Editorialkaltim.com – Tren pernikahan dini kembali mencuat. Sepanjang 2022, beberapa daerah di Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, puluhan anak usia dini mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.
Diketahui, Pengadilan Agama Klas II Bontang mencatat setidaknya 31 anak yang mengajukan dispensasi pernikahan dini.
Hal ini juga terjadi di Pengadilan Agama (PA) Tanjung Redeb, Berau. Setidaknya selama 2022, sebanyak 47 permohonan dispensasi nikah. Meski begitu, hanya 41 permohonan yang disetujui. Sementara 6 lainnya tidak diterima.
Angka pernikahan dini di kalangan pelajar di Kabupaten Paser dilaporkan menjadi yang tertinggi di Kaltim. Sepanjang 2022 lalu, sebanyak 95 anak di bawah umur mengajukan dispensasi nikah dikarenakan hamil di luar pernikahan.
“Sebanyak 95 anak di bawah umur sepanjang 2022 mengajukan dispensasi pernikahan dikarenakan hamil di luar nikah,” kata Kasrani Lathief, Kabid Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Paser Kasrani Lathief, Kamis (26/1/2023).
Dia menyebutkan, angka tersebut tertinggi se-Kalimantan Timur. Hal ini pun menjadi perhatian dan perlu dilakukan pencegahan dini.
Pemerintah Paser Berupaya Tekan Angka Pernikahan Dini
DP2KBP3A Paser, Kasrani menjelaskan, berbagai macam upaya pencegahan dini agar kasus hamil di luar nikah tidak menimpa pelajar atau anak di bawah umur. Tentunya dengan penguatan moral, pelajaran agama bukan hanya sebagai teori, tapi perlu mendapat perhatian lebih.
Selanjutnya, harus terpenuhinya pendidikan formal bagi anak, minimal hingga tingkat SMA. Riset menunjukkan, meningkatnya tingkat pendidikan dapat mengurangi jumlah perkawinan anak.
Kemudahan mendapat akses pendidikan, membuat anak-anak memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Hal tersebut pada akhirnya dapat lebih memudahkan dalam mencari pekerjaan sebagai persiapan menghidupi keluarga.
“Yang tidak kalah penting adalah sosialisasi tentang sexs educatioan,” katanya.
Menurutnya, kurangnya informasi terkait hak-hak reproduksi seksual menjadi salah satu alasan masih tingginya pernikahan dini di Indonesia. Pencegahan dini terhadap masalah ini bukan hanya dilakukan oleh anak, tetapi juga peran orangtua juga penting dalam memberikan edukasi kepada anak-anak.
“Oleh karena itu, penting untuk memberikan pemberdayaan kepada pelajar terkait konsekuensi negatif dari pernikahan dini. Adanya pendidikan tersebut, harapannya dapat menginspirasi agar membela hak-hak anak perempuan dan tidak memaksanya untuk menikah dini,” pungkasnya.
[NFA]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Mari bergabung di Grup Telegram “editorialkaltim”, caranya klik link, https://t.me/editorialkaltimcom kemudian join. Anda harus mengistal Telegram terlebih dahulu di ponsel.