MK Ungkap Alasan Pisahkan Pileg DPRD dari Pilpres: Pemilih Jenuh, Pilihan Terlalu Banyak

Editorialkaltim.com – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah. Salah satu alasan utamanya: pemilih jenuh karena harus memilih terlalu banyak calon dalam waktu bersamaan.
Dalam sidang putusan yang digelar di Gedung MK, Kamis (26/6/2025), MK menyampaikan bahwa pelaksanaan pemilu secara serentak, seperti pileg DPR, DPD, DPRD, pilpres, dan pilkada dalam waktu yang berdekatan, tidak ideal bagi demokrasi. Salah satu persoalan yang disorot MK adalah kejenuhan pemilih.
“Menurut Mahkamah, pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang menggunakan model lima kotak, berpotensi menimbulkan kejenuhan,” ujar Hakim MK Arief Hidayat dalam pembacaan putusan.
Model lima kotak merujuk pada sistem di mana pemilih harus memberikan suara untuk lima jenis pemilihan sekaligus: DPR RI, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta presiden dan wakil presiden.
MK menilai, beban memilih terlalu banyak calon dalam satu waktu membuat masyarakat kehilangan fokus dan kualitas partisipasi pemilih menurun.
Selain soal kejenuhan, MK juga menilai bahwa pelaksanaan pemilu secara serentak menyebabkan isu lokal yang seharusnya menjadi perhatian dalam pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah justru tersisih. Sebab, perhatian publik lebih banyak tersedot ke isu-isu nasional yang diangkat dalam kontestasi pilpres dan pemilu legislatif tingkat pusat.
“Masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus. Tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu pembangunan nasional yang ditawarkan oleh para kandidat pusat,” tegas MK.
MK menilai bahwa keserentakan yang dilakukan selama ini membuat ruang evaluasi publik terhadap kinerja pemerintahan hasil pilpres maupun hasil pileg menjadi sangat terbatas. Sebab, hanya dalam waktu kurang dari satu tahun setelah pemilu nasional, pilkada sudah kembali digelar.
Tak hanya berdampak pada pemilih, keserentakan ini juga dinilai merugikan partai politik. MK menyebut partai tidak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan kader terbaik untuk semua level kontestasi. Imbasnya, partai sering terjebak pada perekrutan berbasis popularitas semata demi elektabilitas.
“Perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik dalam pemilu membuka lebar peluang yang didasarkan pada sifat transaksional, sehingga pemilu jauh dari proses yang ideal dan demokratis,” tambah Arief.
Untuk diketahui, Gugatan ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perludem meminta agar Pemilu untuk tingkat nasional dipisah dan diberi jarak 2 tahun dengan Pemilu tingkat daerah.(ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.