
Editorialkaltim.com – Kasus kekerasan di Kalimantan Timur masih tinggi. Hingga pertengahan 2025, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mencatat 662 kasus. Dari jumlah itu, korban anak mendominasi dengan 454 kasus atau hampir 63 persen.
Kepala DP3A Kaltim, Noryani Sorayalita, mengaku khawatir angka tersebut terus naik jika tidak ada langkah serius. “Dengan jumlah 662 kasus di bulan Juni, potensi peningkatan tetap ada dan harus segera diantisipasi,” ucapnya dalam seminar Parenting Disiplin Positif di Era Digital di Hotel Puri Senyiur, Selasa (19/8/2025).
Ia menjelaskan, kasus kekerasan bersifat fluktuatif. Tahun 2024 sempat turun 167 kasus dari 1.108 laporan, namun tren kekerasan masih tinggi. Bentuk kekerasan yang paling banyak menimpa korban adalah kekerasan seksual, diikuti fisik dan psikis.
Soraya menilai faktor lingkungan, terutama pengaruh media sosial, ikut mendorong tingginya kekerasan terhadap anak. Banyak anak mencontoh perilaku kekerasan yang mereka lihat di internet tanpa adanya pengawasan dari orang tua.
Karena itu, ia menekankan pentingnya peran keluarga sebagai garda terdepan. Pemprov Kaltim, kata Soraya, telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Nomor 463/3397/III/DKP3A/2019 tentang pembatasan penggunaan gawai di keluarga dan sekolah. Aturan ini bertujuan membatasi dampak negatif teknologi terhadap anak.
Selain itu, pemerintah juga membuka layanan konseling dan pendampingan lewat Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Program ini membantu orang tua memahami pola asuh disiplin positif yang lebih sehat bagi anak.
“Kami ingin keluarga di Kaltim makin tangguh, mampu melahirkan generasi sehat, cerdas, dan berkarakter,” tegas Soraya.(ndi/ adv diskominfokaltim)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.