Ketika Sekolah di Samarinda Menolak Galau dengan Kurikulum Merdeka, Kok Bisa?
Ditulis oleh: Taqdiraa, S.Pd, Guru Medika Samarinda.
Berbicara tentang pendidikan, tentu sangat besar pengaruhnya terhadap negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan adalah salah satu hak Warga Negara Indonesia (WNI) sebagaimana tertuang pada Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”. Sekolah adalah salah satu wadah terbesar untuk memperoleh pendidikan layak yang tentu didasarkan pada kualitas ilmu yang diperoleh.
Setiap anak Indonesia wajib mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak anak putus sekolah dengan alasan beragam. Faktor terbesar adalah masalah ekonomi. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa masih ada faktor lain selain ekonomi. Dilansir dalam buku “Semua Murid Semua Guru” Karya Najelaa Shihab, menyatakan bahwa salah satu penyebab utama putus sekolah adalah rendahnya pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna. Artinya, anak merasa bosan dengan aktivitas sekolahnya. Kebosanan itu bisa saja timbul karena kondisi belajar yang kurang menyenangkan. Dengan kata lain, tidak adanya inovasi pembelajaran di sekolah.
Sangatlah wajar jika kebosanan itu muncul dalam pembelajaran. Tetapi ketika anak sudah memutuskan untuk berhenti sekolah dengan alasan tersebut, maka perlu adanya evaluasi serius bagi sekolah terkhusus mengenai kurikulum yang diimplementasikan.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang di dalamnya terdapat rencana atau rancangan pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran. Kurikulum merupakan program pendidikan yang harus terus berinovasi seiring berkembangnya sebuah negara.
Di Indonesia sendiri, sejak kemerdekaan sudah beberapa kali menerapkan kurikulum yang berbeda. Hingga saat ini, pemerintah mulai menerapkan kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka adalah sebagai upaya pemulihan pembelajaran di Indonesia pasca pandemi Covid-19. Dilansir dari https://kurikulum.kemdikbud.go.id/, Kurikulum Merdeka dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik.
Hingga saat ini, pemerintah masih fokus agar pada 2024 semua sekolah sudah menerapkan Kurikulum Merdeka karena peralihan kurikulum sebelumnya ke kurikulum terbaru memerlukan proses panjang.
Ada beberapa sekolah di Indonesia yang dijadikan sebagai sekolah percontohan/model dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Pada jenjang SMK, sekolah model ini disebut Pusat Keunggulan (PK) atau dikenal dengan SMK PK.
SMK PK, yaitu program pengembangan SMK yang menjadi rujukan sebagai sekolah penggerak dan pusat peningkatan kualitas dan kinerja SMK lainnya. Di Kalimantan Timur, SMK Medika Samarinda adalah salah satu SMK Swasta yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran untuk kelas X dan XI.
Sebagai sekolah PK, Medika berupaya mengembangkan diri siswa melalui inovasi dalam mengimplementasikan merdeka belajar dan berbudaya. Siswa tidak hanya dituntut namun juga dituntut agar mampu bereksplorasi baik secara akademis maupun kompetensi. Tentu demi mewujudkan semua itu, peran guru sangatlah penting. Sebagai pendidik yang ditugaskan untuk mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi peserta didik tentu menuntut guru di Medika selalu aktif dan peka terhadap kompetensi yang dimiliki siswa.
Guru tidak boleh hanya terpaku dengan pembelajaran di dalam kelas saja karena media pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas. Keterbatasan ini kadang membuat proses pembelajaran menjadi monoton. Inilah yang kerap menimbulkan kebosanan terhadap siswa saat belajar. Di SMK Medika, bisa dipastikan hal itu tidak terjadi. Siswa dilarang galau sesuai jargon Medika, “SMK Medika Memang Beda, Anti Galau”.
Selain dilarang galau, sekolah swasta yang satu ini juga berbeda. SMK Medika mengimplementasikan kurikulum terbaru dengan cara sendiri. Inilah kelebihan Kurikulum Merdeka. Sekolah boleh berinovasi tanpa mengindahkan SOP kurikulum yang berlaku. Prosentase pembelajaran di Medika yang diterapkan adalah 30% di dalam kelas, sedangkan 70% dilakukan di luar kelas.
Penggunaan alat komunikasi (gawai) sebagai bahan pembelajaran membuat siswa lebih bersemangat daripada membuka buku dalam bentuk fisik. Di kelas, siswa diajak bernalar kritis pada setiap pembelajaran. Mereka memanfaatkan gawai masing-masing sebagai sumber belajar. Alasannya, jangkauan dunia maya sangatlah luas. Dengan bermodal gawai dan jaringan internet, maka kita akan mendapatkan informasi tentang apa saja yang kita inginkan dan Medika memanfaatkan hal itu.
Lagi pula, tidak bisa dipungkiri bahwa generasi di era 4.0 tak mampu lepas dari gawai. Tanpa benda genggam ini, hati mereka kurang gembira. Sementara belajar membutuhkan kegembiraan. Maka dari itu, mereka diberi kebebasan menggunakan gawai saat proses pembelajaran dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Kebebasan lain bagi siswa adalah penampilan. Kepala sekolah menginginkan pelajar SMK Medika untuk memperhatikan penampilan. Siswa perempuan diizinkan menggunakan make up sewajarnya ke sekolah. Begitu juga dengan laki-laki, mereka boleh membekali diri dengan sisir demi menjaga kerapian rambut.
Selain itu, tidak ada standar warna sepatu sekolah. Mereka tidak wajib menggunakan sepatu hitam seperti sekolah pada umumnya. Karena menurut Kepala SMK Medika Samarinda, Musmulyadi, S.Pd. M.M., tidak berpengaruh antara warna sepatu dengan tingkat kecerdasan siswa. Artinya, warna sepatu bukanlah tolak ukur yang harus diprioritaskan dalam hal meningkatkan kecerdasan apalagi kompetensi siswa.
Paradigma seperti itulah yang menghadirkan minat pelajar lulusan SMP dari berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Timur untuk lanjut ke jenjang SMK di Medika. Sekolah kejuruan yang menggratiskan biaya SPP, pembangunan, dan juga praktik ini memiliki nilai tersendiri. Terlebih lagi, Medika menyediakan asrama gratis yang letaknya masih berada di lingkungan sekolah.
Beralih pada pembelajaran di luar kelas. Medika menjadikan salah satu pusat perbelanjaan modern (mall) di Samarinda sebagai sekolah kedua. Hampir semua kegiatan sekolah di luar kelas, dialihkan ke mall tersebut. Sekretariat OSIS, penerimaan calon siswa baru, pembagian laporan hasil pembelajaran (rapor), dan berbagai program sekolah terlaksana dengan baik di mall.
Medika telah membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak mall, salahsatu perguruan tinggi swasta, bahkan pihak lain (DUDI) untuk mendukung setiap kegiatan yang dilakukan.
Medika mengadakan event lebih dari tiga kali dalam setahun dengan melibatkan warga sekolah, masyarakat luas, dan juga pelajar dari sekolah lain. Pada setiap event, siswa secara aktif berpartisipasi sebagai panitia atau peserta. Di event ini, siswa berhadapan langsung dengan proyek yang akan mereka kerjakan. Mereka belajar menjadi EO (Event Organizer) yang profesional hingga pengisi acara pendukung lainnya. Ini adalah panggung mempertontonkan bakat yang mereka miliki di hadapan masyarakat luas. Tidak ada paksaan, mereka bebas menampilkan kompetensi diri. Bahkan dengan bangganya mereka menampilkan budaya leluhur masing-masing melalui tari-tarian, lagu, seni bela diri, dan masih banyak lagi. Kecintaan terhadap budaya, ditunjukkan dengan cara mereka.
Tak hanya itu, sebagai sekolah kejuruan yang berorientasi pada BMW (Bekerja, Melanjutkan, dan Wirausaha), mereka diajarkan berwirausaha selama acara berlangsung. Tentu ini adalah bekal atau solusi alternatif ketika lulus SMK nantinya.
Berdasarkan apa yang dilakukan SMK Medika Samarinda dalam mengimplementasikan merdeka belajar dan merdeka berbudaya, semestinya tidak ada alasan lagi bagi siswa Medika untuk bersekolah dengan perasaan galau. (*)
(*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi editorialkaltim.com.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Mari bergabung di Grup Telegram “editorialkaltim”, caranya klik link, https://t.me/editorialkaltimcom kemudian join. Anda harus mengistal Telegram terlebih dahulu di ponsel.