
Editorialkaltim.com – Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Bontang, Ubayya Bengawan mempertanyakan soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap pembangunan daerah.
Menurutnya, keputusan MK bakal berdampak pada pembangunan daerah lantaran pemilu bisa dilaksanakan setelah dua tahun penyelenggaraan pemilu nasional.
“Ini Peraturan Daerah (Perda) saja belum disahkan, sudah ada perubahan politik. Yang jadi pertanyaan itu, pemerintahan berikutnya akan menggunakan regulasi yang mana,” ucapnya saat menggelar Rapat Kerja pembahasan RPJMD 2025–2029, Senin (30/6/2025).
Sementara, dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menjadi acuan yang akan dijalankan selama lima tahun ke depan.
Selain itu, politisi Golkar ini pun mempertanyakan terkait apakah dalam pembahasan RPJMD saat ini bisa ditambahkan pada pasal ataupun ayat berapa yang bisa mengikat sebagai solusi saat masa transisi tersebut.
“Ini akan menjadi PR bagi kita semua, jangan sampai nantinya Plt atau apa pun itu tidak memiliki acuan dalam pembangunan daerah,” imbuhnya.
Menjawab hal itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bontang, Sonny Suwito Adicahyono mengatakan jika saat ini petunjuk penyusunan RPJMD masih secara normatif, yakni sampai 2030.
Namun, ia berharap nantinya sebelum 2029 akan ada regulasi tersendiri untuk mengisi kekosongan yang tidak ada jabatan politik sebagai kepala daerah.
“Apakah nantinya kepala daerah diperpanjang atau seperti apa konteksnya, kami pun belum bisa mengantisipasi sejauh itu. Tapi kami yakin pasti akan ada regulasinya untuk mengisi kekosongan selama dua tahun dan regulasi untuk mendasari pelaksanaan program pembangunan seperti apa pasti akan diterbitkan sebelum 2029,” jelasnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). Sehingga, Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku. Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Demikian tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan ini diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (26/6/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Selain itu, Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa hingga saat ini pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan tanggal 26 Februari 2020. Kemudian, secara faktual pula, pembentuk undang-undang sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.(lia/ndi/adv)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.