DBH Sawit Rp2 Miliar Dianggap Jomplang, PPU Minta Porsi Naik ke 15 Persen

Editorialkaltim.com — Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Mudyat Noor menegaskan bahwa tuntutan daerah penghasil sawit untuk menaikkan porsi Dana Bagi Hasil (DBH) dari 8 persen menjadi sedikitnya 15 persen merupakan hal yang wajar. Menurutnya, beban daerah akibat aktivitas perkebunan sawit jauh lebih besar dibandingkan dana yang diterima pemerintah kabupaten.
Mudyat menyebut hamparan perkebunan sawit di PPU memunculkan berbagai persoalan, mulai dari kerusakan jalan hingga konflik sosial. Dampaknya dinilai lebih besar dibanding sektor lain, termasuk batu bara.
“Perkebunan sawit menguasai area luas dan membawa beban sosial yang besar, bahkan lebih dari sektor tambang,” ujarnya Sabtu (22/11/2025).
Ia mengungkapkan DBH sawit yang diterima PPU saat ini hanya sekitar Rp2 miliar per tahun. Jumlah tersebut, kata Mudyat, tidak cukup untuk menutup kerusakan infrastruktur yang terjadi setiap tahun.
“Nilai itu hanya bisa memperbaiki sekitar 300 meter jalan, sementara kerusakannya mencapai ratusan kilometer,” jelasnya.
Karena itu, ia menilai kenaikan porsi DBH menjadi 15 persen adalah kebutuhan mendesak. Ia juga mengkritik minimnya manfaat bagi daerah dari pungutan ekspor sawit yang dikelola BPDP Kelapa Sawit.
“Umpan balik bagi daerah sangat kecil. Ini yang kami perjuangkan,” tegasnya.
Mudyat turut menyoroti perusahaan-perusahaan sawit yang dinilai tidak memberikan kontribusi langsung terhadap daerah dan jarang hadir dalam forum komunikasi dengan pemerintah.
“Kontribusinya hampir tidak ada. Dipanggil pun yang datang hanya humas, padahal dampaknya besar,” katanya.
Dengan tekanan anggaran dan pemotongan TKD, pemerintah daerah disebut harus mencari inovasi pendapatan, termasuk layanan publik dan program jaminan sosial untuk pekerja rentan, terutama yang bekerja di sektor sawit.
Melalui Musyawarah Nasional Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI), Mudyat berharap perjuangan bersama 164 kabupaten mampu mendorong lahirnya regulasi yang lebih adil.
“Daerah tidak bisa berjuang sendiri. Kalau bersama, peluang memperbaiki kebijakan jauh lebih besar,” ujarnya.
Mudyat kembali menegaskan bahwa DBH sawit Rp2 miliar per tahun tidak sebanding dengan beban infrastruktur dan sosial di daerah penghasil.
“Nilai itu terlalu kecil bahkan untuk kebutuhan dasar,” tandasnya. (tin/ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.



