
Editorialkaltim.com – Kedatangan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, ke Kalimantan Timur dalam rangka kunjungan kerja ke Ibu Kota Nusantara (IKN) pada Rabu (28/5/2025), menjadi sorotan publik. Namun, di tengah sorotan terhadap progres pembangunan IKN, kondisi masyarakat Kaltim yang terdampak banjir justru dinilai luput dari perhatian.
Sehari sebelumnya, Selasa (27/5/2025), banjir besar melanda sejumlah wilayah di Kaltim, mulai dari Kutai Kartanegara, Samarinda, hingga Berau. Di Samarinda, hujan deras sejak dini hari menyebabkan banjir dan longsor di berbagai kawasan. Di Kutai Kartanegara, naiknya permukaan Sungai Mahakam membuat Kecamatan Tenggarong terendam. Aktivitas warga lumpuh, jalan utama dan permukiman terendam banjir dengan ketinggian air mencapai paha orang dewasa.
Situasi lebih parah terjadi di Kabupaten Berau. Banjir bandang melanda Kecamatan Segah dan merendam Kampung Long La’ai serta Long Ayap. Ketinggian air mencapai lima meter dan memutus total akses darat maupun sungai ke wilayah tersebut.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menyebut bencana ini tak lepas dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan. Di Berau saja terdapat 94 izin tambang, dengan 20 di antaranya berada di tepi Sungai Kelai dan Sungai Segah yang kini meluap. PT Berau Coal, yang memegang konsesi seluas 118.400 hektare, disebut sebagai salah satu pemicu utama akibat pembukaan hutan di hulu sungai.
Di Samarinda, khususnya wilayah Sempaja Utara, tercatat ada 27 tambang batuan aktif yang telah mengubah kondisi tata air dan memperburuk kerentanan banjir (Charisma R.L., 2021).
Ketua Bidang Kebijakan Publik PW KAMMI Kaltimtara, Syamsia Satra, menyebut banjir yang terjadi bukanlah fenomena alam biasa.
“Ini akibat akumulasi kerusakan lingkungan karena eksploitasi sumber daya alam yang masif dan tidak terkendali,” ujarnya.
Ketua Umum PW KAMMI Kaltimtara, Dedi Nur, juga mengkritik kunjungan Wapres ke IKN yang dianggap seremonial belaka.
“Kehadiran Wapres seharusnya jadi panggilan moral. Pemerintah pusat jangan tutup mata terhadap penderitaan rakyat Kaltim. Kalau IKN dibangun di atas kerusakan ekologis, itu bukan kemajuan, tapi ketidakadilan yang dilembagakan,” tegasnya.
Kunjungan ke IKN seharusnya tak hanya jadi ajang memamerkan proyek pembangunan, tetapi juga menjadi momen untuk mendengar dan melihat langsung jeritan warga yang hidup di bawah bayang-bayang bencana ekologis setiap tahunnya.(ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.