KaltimSamarinda

Rendahnya Keterwakilan Perempuan Di Legislatif Imbas Kegagalan Pendidikan Politik

Sri Puji Astuti anggota DPRD Samarinda (Foto: Editorialkaltim/Adryan)

Editorialkaltim.com – Sri Puji Astuti anggota DPRD Samarinda memberi tanggapannya terkait menurunnya partisipasi Perempuan dalam perpolitikan yang rendah. Dari jumlah anggoata DPRD Samarinda periode 2024-2029, keterwakilan perempuan hanya memenuhi empat kursi legislatif. Sebelumnya periode 2019-2024 sebanyak 7 anggota legislatif Perempuan, itupun belum memenuhi 30 persen kursi yang diatur dalam undang-undang.

Ia mengungkapkan selama 10 tahun perjalan politik yang dilalui sebagai anggota legislatif, Ia telah melakukan secara masif sosialisasi kepada berbagai komunitas yang ada di masyarkat. Selain itu kontribusi dalam pembangunan dalam pembangunan banyak dilakukan.

Baca  Peringati Satu Tahun Penjajahan Israel Di Palestina, Abdul Rohim Komitmen Dukung Agenda Kemanusiaan Hapus Penjajahan

“Saya tidak hanya menerima gaji dan perjalanan dinas tapi saya bekerja di bawah. Saya berkontribusi terhadap pembangunan terutama pemberian masyarakat tetapi itu pun tidak dilihat,” paparnya.

Kendati demikian hal tersebut belum menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih anggota legislatif. Sehingga keterwakilan Perempuan dalam ranah politik hingga saat ini belum tercapai.

Menurutnya salah satu faktornya yang menyebabkan hal itu terjadi akibat kegagalan pendidikan politik di Samarinda. Bahkan sebagain partai politik yang ada tidak menginginkan perempuan untuk maju dalam Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif.

Baca  Sri Puji: Rumah Kreasi Minimalisir Anjal dan Gepeng

Ia menjelaskan pendidikan politik sangat penting. Dengan pendidikan politik, masyarakat dapat mengetahui pentingnya berpolitik dan berdemokrasi yang baik seperti apa. Sehingga keterwakilan perempuan dalam ranah politik dapat terpenuhi dan juga mereka tidak mudah terjerat dalam politik uang.

Saat ini dalam Pemilu, perempuan tidak memilih perempuan. Sebagian dari mereka masih tergantung dari keputusan suami atau kepala keluarga mereka.

Adapun pengarusutamaan gender yang saat ini banyak disosialisasikan belum sepenuhnya menyetuh masyarakat dan merubah perilaku yang selama ini menghambat perempuan berkontribusi dalam pembangunan.

Baca  KPID Kaltim dan Sumut Bahas Transformasi TV Analog dan Persiapan Pemilu 2024

“Itu kegagalan pendidikan politik perempuan tidak memilih perempuan karena masih tergantung mendengarkan pendapat suaminya itu yang menjadi masalah karena ternyata pengarusutamaan itu hanya undang-undang saja. Selain itu Implementasinya tidak menyentuh hati nurani masyarakat bahkan pemikirannya,” tutupnya. (adr/ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button