gratispoll
HealthNasionalRagam

Darurat Fatherless! 15,9 Juta Anak Indonesia Tumbuh Tanpa Kehangatan Ayah

Ilustrasi (Foto: Freepik)

Editorialkaltim.com – Fenomena fatherless atau ketidakhadiran sosok ayah dalam keluarga kini memasuki fase darurat di Indonesia. Data terbaru menunjukkan, sekitar 15,9 juta anak Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah secara fisik maupun emosional.

Dari jumlah tersebut, 4,4 juta anak hidup tanpa ayah, sementara 11,5 juta anak lainnya memiliki ayah yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu membuat mereka nyaris tak terlibat dalam keseharian anak.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Rahmat Hidayat, menyebut bahwa fenomena ini berpotensi mengganggu proses tumbuh kembang anak, terutama dalam aspek emosional, moral, dan sosial.

“Ketidakhadiran figur ayah tidak hanya dimaknai secara fisik, namun juga secara emosional,” ujar Rahmat, Kamis (16/10/2025), mengutip laman resmi UGM.

Baca  KPK Sebut Koruptor Makin Diuber, Aksinya Justru Makin Liar dan Canggih

Menurut Rahmat, peran ayah tak tergantikan dalam tiga proses utama pembelajaran anak observasional, behavioral, dan kognitif. Dalam proses observasional, anak belajar dengan meniru perilaku orang tua. Figur ayah di sini menjadi role model utama.

“Anak belajar melihat, mengamati, dan menirukan. Karena itu penting siapa yang menjadi panutan dalam keluarga,” jelasnya.

Dalam pembelajaran behavioral, ayah berperan sebagai sosok otoritas yang memberikan batasan, arahan, serta penghargaan atas perilaku anak. Sementara dalam pembelajaran kognitif, ayah membantu membentuk nilai moral dan cara berpikir kritis melalui dialog dan nasihat.

“Ketiga elemen ini membutuhkan figur yang lengkap. Tidak adanya sosok ayah menghilangkan satu peran penting dalam proses belajar anak,” tambahnya.

Baca  KPK Terima Laporan Dana MBG Rp10 Ribu Dipangkas Jadi Rp8 Ribu

Meski begitu, Rahmat menyebut peran ayah masih bisa diimbangi oleh figur lain seperti ibu, guru, atau keluarga besar. Namun ia menegaskan, hubungan emosional antara ayah dan anak harus tetap dijaga, terutama bagi ayah yang bekerja jauh dari rumah.

“Ayah yang tidak bisa membersamai anak karena urusan pekerjaan justru bisa jadi kebanggaan bagi anak, asalkan hubungan keduanya tetap hangat,” katanya.

Lebih lanjut, Rahmat menilai pemerintah perlu turun tangan dengan memperkuat edukasi pranikah agar calon pasangan memahami peran orang tua secara utuh sebelum membangun keluarga.

Baca  Rp6,1 Triliun Dana Masyarakat Hilang Akibat Penipuan, Harusnya Bisa Dorong Ekonomi Daerah

“Edukasi peran dalam menghadapi pernikahan harus menjadi bagian penting sebelum membangun komitmen. Kita sering menganggap pernikahan hal alami, padahal itu dunia baru yang menuntut kesiapan psikologis dan pemahaman peran ayah-ibu,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pemerataan lapangan pekerjaan di luar Pulau Jawa. Menurutnya, tekanan ekonomi dan tuntutan mobilitas tinggi membuat banyak ayah harus meninggalkan keluarga dalam waktu lama.

“Ketidakhadiran ayah bukan hanya persoalan individu, tapi juga masalah struktural. Ketika tekanan ekonomi tinggi, interaksi emosional antara ayah dan anak akan semakin berjarak,” pungkasnya.(ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button