Editorialkaltim.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A) Kalimantan Timur bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim menggelar sosialisasi bertema literasi digital dan ketahanan keluarga di Hotel Grand Sawit, Samarinda, Jumat (20/12/2024). Kegiatan tersebut merupakan respon atas gaya hidup masyarakat saat ini yang tidak lepas dari teknologi digital khususnya media sosial. Media sosial telah menjadi bagian penting dalam keseharian, menghadirkan kemudahan sekaligus tantangan besar.
Acara tersebut turut mengundang berbagai pihak, termasuk pengurus Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Kaltim, Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Kaltim, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kaltim, serta para insan pers. Kehadiran mereka menunjukkan betapa pentingnya sinergi antara berbagai elemen masyarakat dalam menghadapi tantangan digitalisasi.
Sekretaris PWI Kaltim, Achmad Shahab menjadi salah satu pembicara, mengupas isu utama terkait penyebaran informasi di media sosial.
Menurutnya, media sosial bagaikan pedang bermata dua. Informasi bisa membawa manfaat besar, namun tak jarang menjadi sumber kerugian ketika kebenarannya tidak terverifikasi.
“Banyak peristiwa yang viral di media sosial ternyata hoaks. Salah satu contohnya, berita kecelakaan yang tersebar luas tanpa memastikan waktu dan tempat kejadian sebenarnya. Ini bisa menipu masyarakat yang langsung mempercayai dan menyebarkan informasi tersebut,” paparnya.
Ia menjelaskan perbedaan mendasar antara media sosial dan media massa. Media sosial memungkinkan siapa saja menjadi penyebar informasi tanpa proses penyuntingan. Sebaliknya, media massa memiliki standar jurnalistik yang ketat, termasuk verifikasi fakta oleh tim redaksi sebelum berita diterbitkan.
“Hal ini mengajarkan masyarakat untuk berpikir kritis sebelum menyukai, mengomentari, atau membagikan informasi di media sosial. Verifikasi adalah langkah pertama untuk mencegah penyebaran hoaks,” ungkapnya.
Kemudian sesi berikutnya diisi oleh pemateri kedua, Ketua Indonesian Professional Speakers Association (IPSA) Kaltim, Endro S. Efendi yang mengangkat isu lain yang tak kalah penting yaitu ketahanan keluarga. Ia memulai dengan mengungkap data mengejutkan dari Dirjen Dukcapil Kemendagri. Pada 2021, lebih dari 65 ribu jiwa di Kalimantan Timur menyandang status cerai hidup.
“Perceraian bukan hanya memengaruhi pasangan, tetapi juga anak-anak yang sering menjadi korban utama. Mereka merasa tidak diterima, berujung pada perilaku mencari perhatian yang bisa memperburuk hubungan keluarga,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa fondasi keluarga yang kuat dapat dibangun melalui komunikasi yang terbuka, dukungan emosional, dan penerapan batasan yang jelas. Namun, ia juga mengingatkan bahaya pola asuh yang terlalu protektif atau permisif.
“Orang tua perlu menemukan keseimbangan. Memberikan tanggung jawab kepada anak, seperti mengelola uang saku atau jadwal belajar, dapat membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang mandiri,” tambahnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya menghargai keunikan setiap anak. “Jangan pernah membandingkan anak satu dengan yang lain. Fokuslah pada kekuatan dan kelebihan mereka. Ekspektasi positif dari orang tua bisa menjadi motivasi besar bagi anak untuk mencapai prestasi,” ujarnya sambil mengutip efek Pygmalion, yaitu bagaimana harapan tinggi mampu meningkatkan performa seseorang.
Ia menutup sesi dengan pesan yang menyentuh hati.
“Generasi yang tangguh lahir dari keluarga yang harmonis. Jangan pernah abaikan peran cinta, kepercayaan, dan komunikasi dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak-anak kita.” tutupnya.
Sosialisasi ini berakhir dengan ajakan penuh makna. Semua pihak diimbau untuk lebih peduli terhadap literasi digital, sekaligus memperkuat nilai-nilai dalam keluarga. (Adr)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.