Wamenaker Tersangka, ICW Sebut Tamparan untuk Kabinet Prabowo

Editorialkaltim.com – Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT). Immanuel menjadi pejabat pertama di Kabinet Merah Putih era Presiden Prabowo Subianto yang terseret kasus korupsi.
KPK menyangka Immanuel bersama 10 orang lainnya dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3) melanggar pasal pemerasan (Pasal 12 huruf e dan/atau 12B). Modus yang dilakukan adalah memperlambat, mempersulit, bahkan tidak memproses permohonan sertifikat K3 meski syarat sudah lengkap. Uang pelicin kemudian dijadikan syarat untuk mempercepat layanan.
Padahal, sertifikasi K3 bertujuan memastikan tenaga kerja dan perusahaan memahami serta mampu menerapkan standar keselamatan kerja. Dari tarif resmi sebesar Rp 275 ribu, pekerja justru dipaksa membayar hingga Rp 6 juta. KPK mencatat praktik pemerasan ini mengalirkan dana sekitar Rp 81 miliar ke berbagai pihak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai OTT ini patut diapresiasi.
“OTT yang dilakukan KPK patut diapresiasi, namun penanganannya tidak boleh berhenti pada aktor-aktor kecil. Harus dibongkar tuntas jaringan korupsi yang sudah menahun di Kemenaker,” demikian pernyataan ICW dikutip dari Siaran Pers resminya.
ICW juga menyoroti posisi Immanuel sebagai pejabat baru yang belum genap setahun menjabat. Status tersangka ini dianggap sebagai tamparan bagi Presiden Prabowo.
“Immanuel menjadi anggota Kabinet Merah Putih pertama yang tersangkut korupsi di masa jabatan yang singkat. Ini tamparan bagi Presiden Prabowo Subianto. Pemberantasan korupsi tidak cukup dengan janji, tapi aksi nyata dalam memilih pembantu yang berintegritas,” tegas ICW.
Kasus ini sekaligus menyoroti buruknya pengawasan di Kemenaker. KPK menemukan pemerasan sertifikasi K3 sudah berlangsung sejak 2019. Tersangka Irvian Bobby Mahendro (IBM), Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3, diduga mengantongi Rp 64 miliar hasil pemerasan selama lima tahun. Dana itu digunakan untuk liburan, membeli rumah, kendaraan, hingga penyertaan modal di perusahaan terafiliasi.
Tak hanya IBM, sejumlah pejabat lain di Kemenaker juga diduga terlibat, termasuk pejabat yang menangani pengujian, evaluasi, kemitraan, dan bina K3. ICW menegaskan hal ini menunjukkan adanya praktik korupsi sistemik di tubuh Kemenaker.
“Ini bukan kasus individu, tapi persoalan sistemik. Mekanisme pengawasan dan deteksi dini jelas tidak berjalan,” kata ICW.
Selain kasus K3, Kemenaker juga tengah diterpa sejumlah skandal lain, mulai dari pemerasan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) hingga korupsi sistem proteksi pekerja migran pada 2024 yang menimbulkan kerugian negara Rp 17,6 miliar. Menurut ICW, deretan kasus ini membuktikan Kemenaker gagal berbenah dan terus mengabaikan upaya pencegahan korupsi.
ICW menegaskan KPK perlu menelusuri dugaan keterlibatan pihak berwenang di internal Kemenaker, termasuk menteri periode kini maupun sebelumnya, serta inspektorat jenderal.
“Patut diduga ada pembiaran atau kelalaian dalam pengawasan. Jika dibiarkan, praktik korupsi berjamaah ini akan terus menggerogoti institusi,” tegas ICW.
Kasus ini kini menjadi ujian serius bagi pemerintahan Prabowo-Gibran dalam menepati janji memberantas korupsi. Publik menanti langkah Presiden dalam merespons tamparan politik pertama di kabinetnya.(ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.