gratispoll
KaltimPenajam Paser Utara

Warga 4 Desa di PPU Demo DPRD, Tuntut Kejelasan Lahan yang Tumpang Tindih dengan Konsesi HTI

Puluhan warga dari empat desa di Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), mendatangi Kantor DPRD PPU, Senin (19/5/2025).

Editorialkaltim.com – Puluhan warga dari empat desa di Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), mendatangi Kantor DPRD PPU, Senin (19/5/2025). Mereka menggelar aksi damai, menuntut kejelasan soal lahan yang dianggap tumpang tindih dengan izin konsesi milik PT Belantara Subur.

Empat desa yang terlibat dalam sengketa ini yaitu Riko, Sepan, Sotek, dan Bukit Subur. Keempatnya berbatasan langsung dengan kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola perusahaan tersebut.

Wakil Ketua I DPRD PPU, Syahruddin M Noor, mengatakan pihaknya sudah meminta camat dan kepala desa untuk segera mengumpulkan data di lapangan.

Baca  DPRD PPU Soroti Kerumitan Pembelian BBM Bersubsidi Lewat Aplikasi

“Kami ingin tahu duduk persoalannya seperti apa, supaya solusi yang diambil benar-benar adil,” ucap Syahruddin usai menemui perwakilan warga.

Ia menyebut persoalan ini menyangkut lahan yang sudah lama dimanfaatkan warga untuk berkebun, namun kini masuk dalam wilayah konsesi perusahaan yang izinnya diterbitkan kementerian.

“Pemerintah kabupaten siap jadi penengah. Kami tidak sedang mencari siapa yang salah, tapi ingin semua pihak bertemu di tengah. Harus ada solusi yang saling menguntungkan,” jelasnya.

Baca  Muhammad Samsun: Perkuat Nilai Kebangsaan di Kalangan Generasi Muda

Menurut Syahruddin, perusahaan mengantongi izin pengelolaan sekitar 16 ribu hektare. Dari jumlah itu, sekitar 6.800 hektare sudah lebih dulu digarap masyarakat. Sementara sisanya, sekitar 8.000 hektare, baru bisa dimanfaatkan perusahaan.

“Informasi dari perusahaan, warga yang sudah lebih dari empat tahun berkebun di sana masih boleh melanjutkan. Tapi yang baru-baru ini mulai garap, tidak diizinkan karena masuk area izin HTI,” ungkapnya.

Meski begitu, DPRD masih mengkaji sisi legalitas aktivitas masyarakat di kawasan itu. “Kalau bicara hukum, ini harus diuji. Apakah boleh atau tidak, nanti kita lihat dari sisi regulasinya,” tambah Syahruddin.

Baca  DJ Yate, Mahasiswa Uniba yang Sukses Manggung hingga ke Luar Negeri

Pihak DPRD memberi waktu sebulan kepada pemerintah kecamatan dan desa untuk mengumpulkan data agar posisi hukum dan sosial konflik ini bisa lebih jelas.

“Masyarakat perlu hidup, perusahaan juga butuh kepastian. Kita harus cari titik temu yang sesuai aturan dan tetap adil,” tutupnya. (mey/ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button