Dibalik Hebohnya Penolakan Konser Coldplay di Indonesia
Ditulis oleh: Muhammad Fauzan Hananda Putra, Staff Departemen Riset dan Kerjasama Pusdima Unmul 2023
Akhir-akhir ini, konser musik ramai dibicarakan masyarakat Indonesia. Sebelumnya, ramai berita mengenai konser Blackpink yang berhasil mengumpulkan sekitar 70 ribu penonton di Stadion GBK Jakarta. Kemudian bulan Mei ini diumumkan bahwa grup band terkenal asal Inggris yaitu Coldplay akan menggelar konser di Jakarta pada bulan November mendatang dengan harga tiket dari 500 ribu hingga 11 juta rupiah. Sebagian masyarakat mulai bersiap mengumpulkan uang untuk membeli tiket konser tersebut.
Mendengar hal ini, ormas Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) menyatakan menolak diadakannya konser tersebut. Pernyataan ini tentunya membuat gempar masyarakat dan akhirnya ramai dibahas oleh berbagai pihak. Ada pihak yang mendukung, namun tidak sedikit pihak yang tidak sepakat dengan pernyataan tersebut. Penolakan tersebut bukan tanpa sebab melainkan Coldplay dinilai mendukung LGBT.
Sebelum membahas terkait penolakan ini, perlu disepakati satu hal. LGBT itu sebuah “penyakit” dan perilaku yang menyimpang secara norma, apalagi agama. Dalam hal ini, tidak ada maksud untuk men-judge, namun itulah faktanya dan kita tidak bisa pungkiri hal itu. Kita sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan, harus melihat bahwa LGBT itu menyimpang dan perlu diluruskan, bukan didukung dan dibiarkan. Kemudian terkait alasan penolakan Coldplay yang dianggap mendukung LGBT, hal ini memang ada buktinya. Terlihat di beberapa konser mereka, Chris Martin sang vokalis mengibarkan bendera pelangi di atas panggung sebagai bentuk kampanye dan dukungan terhadap LGBT. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran PA 212.
Jika dilihat dari perspektif Islam, maka sikap penolakan PA 212 ini merupakan salah satu bentuk dakwah, yaitu nahi munkar atau mencegah keburukan. Selain itu, ditakutkan pula jika suatu maksiat dibiarkan di suatu daerah dan tidak ada yang mencegahnya, maka azab Allah akan turun kepada semua yang ada di daerah tersebut, termasuk yang bukan pelaku maksiat, sebagaimana peristiwa di zaman Nabi Luth as.
Kemudian, beredar kabar ancaman bahwa bandara akan dikepung jika Coldplay tetap konser di Indonesia. Mungkin bagi pendukung penolakan tersebut, mereka menganggap pengepungan ini sebagai bukti ketegasan mereka dalam berdakwah. Namun, sebagian yang lain khawatir jika hal tersebut justru membuat citra Islam menjadi jelek, khususnya bagi non islam dan masyarakat Islam yang masih awam dalam hal agama.
Dilihat dari komentar-komentar netizen di sosial media, kebanyakan dari mereka justru menilai sikap PA 212 ini terlalu ekstrim, banyak yang mengolok-olok ormas tersebut, bahkan mulai menyalahkan ajaran Islam dan tidak sedikit komentar tersebut datang dari umat Islam itu sendiri. Hal ini tentu saja berbahaya bagi citra Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin karena di mata orang-orang awam, penolakan tersebut justru dianggap sebagai bentuk intoleransi Islam, padahal kenyataannya tidak seperti itu.
Perlu diperhatikan bahwa kunci utama penolakan ini adalah LGBT. Maka alangkah lebih baik jika yang kita tolak adalah sikap mendukung LGBT nya, bukan Coldplay nya. Adapun untuk mencegah adanya kampanye LGBT saat konser nanti, dapat dibuat kesepakatan resmi dan legal secara hukum, serta sanksi dan konsekuensi yang tegas jika pihak Coldplay melanggarnya. Selain itu, jika memang kita takut para penonton konser yang mayoritasnya anak muda terpengaruh dengan LGBT tersebut, maka alangkah lebih baik jika kita cegah dengan membangun mindset yang kokoh terkait penyimpangan LGBT ini, sehingga nantinya mereka tidak mudah terpengaruh. Hal ini bisa dianalogikan seperti meningkatkan keamanan rumah agar maling tidak bisa membobol rumah kita, bukan melarang maling untuk datang dan membobol rumah kita.
Pada akhirnya, sebaiknya konser Coldplay ini tidak perlu dilarang hanya karena band tersebut mengkampanyekan LGBT, sebab hal tersebut bisa dicegah dengan solusi yang lebih baik. Kemudian, tidak ada paksaan dan larangan untuk kalian jika ingin membeli tiket dan menonton konser tersebut dan bagi yang datang saat konser nanti, jangan lupakan kewajiban, khususnya sebagai umat Islam. Jangan sampai kalian tinggalkan sholat, jangan sampai kalian melampaui batas, apalagi terhadap lawan jenis.
Kemudian coba renungkan pertanyaan ini. Jika kalian rela menghabiskan ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk sebuah konser musik, apakah kalian juga akan rela menghabiskan uang kalian untuk sesuatu yang lebih bermanfaat seperti kegiatan keagamaan dan kemanusiaan? (*)
(*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi editorialkaltim.com
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Mari bergabung di Grup Telegram “editorialkaltim”, caranya klik link, https://t.me/editorialkaltimcom kemudian join. Anda harus mengistal Telegram terlebih dahulu di ponsel.