Nasional

Geger! Penambangan Ilegal WNA China di Kalimantan Rugikan Negara Hampir Rp 1 Triliun

Ilustrasi pertambangan emas (Foto: Istock)

Editorialkaltim.com – Indonesia diperkirakan mengalami kerugian finansial yang cukup signifikan, mencapai Rp 944,96 miliar dari aktivitas penambangan ilegal emas dan perak yang dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA) asal China di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa penambangan tanpa izin ini telah menyebabkan kehilangan cadangan negara sebanyak 774,2 kilogram (kg) emas dan 937,7 kg perak.

Dalam keterangannya yang dilansir pada Kamis (11/7/2024), Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi, menekankan kegiatan ilegal tersebut bukan hanya merugikan dari sisi ekonomi tetapi juga mengancam ketahanan sumber daya alam Indonesia.

“Sesuai dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, pelaku penambangan ilegal ini terancam hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar,” jelas Sunindyo.

Analisis kerugian yang dihitung berdasarkan data harga emas dan perak dari Refinitiv pada hari yang sama hingga pukul 06.00 WIB menunjukkan peningkatan harga emas di pasar spot sebesar 0,07% menjadi US$ 2.372,65 per troy ons. Dari total emas yang hilang yang ditambang secara ilegal oleh WNA China sebanyak 774,2 kg, setara dengan sekitar 24.893,9 troy ons. Dengan harga saat ini, nilai emas tersebut diperkirakan mencapai US$ 59,06 juta atau sekitar Rp 944,96 miliar (asumsi kurs Rp 16.000).

Baca  Triwulan II 2023 Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,84 Persen, Tertinggi di Pulau Kalimantan

Diserahkan ke Kejaksaan

Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah menyelesaikan penyidikan atas kasus YH, warga negara asing asal Tiongkok, dan rekan-rekannya yang terlibat dalam aktivitas pertambangan bijih emas ilegal dengan metode tambang bawah tanah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Ditjen Minerba ini kini telah lengkap, seperti dikonfirmasi oleh Jaksa Pidana Umum (JPU) di Jakarta melalui surat P-21 Nomor B-2687/Eku.1/07/2024 pada tanggal 5 Juli 2024. Tahap berikutnya, PPNS Ditjen Minerba akan menyerahkan penahanan tersangka beserta barang bukti kepada JPU Kejaksaan Negeri Ketapang yang didampingi oleh JPU Kejaksaan Agung.

Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Sunindyo Suryo Herdadi, memuji kinerja PPNS Ditjen Minerba yang beroperasi di bawah pengawasan Biro Korwas PPNS Bareskrim POLRI.

“Ini adalah contoh prestasi bersama dalam penegakan hukum, yang harus kita ulangi di lokasi lain yang membutuhkan tindakan serupa,” ungkap Sunindyo di Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Tindakan PPNS Ditjen Minerba ini juga mendapatkan dukungan penuh dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang berkomitmen untuk segera meneruskan kasus ini ke pengadilan.

Baca  Prabowo Bakal Tambah 300 Fakultas Kedokteran, IDI: Sangat Berlebihan

“Kejaksaan Agung mendukung upaya penegakan hukum oleh PPNS KESDM. Kejari Ketapang akan segera mengirimkan kasus ini ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan hukum yang jelas,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Ketapang, Anthoni Nainggolan.

Anthoni menekankan pentingnya kerja sama dalam penegakan hukum di sektor pertambangan, yang melibatkan sinergi antara Kementerian ESDM, Bareskrim POLRI, dan Kejaksaan Agung. “Kolaborasi ini sangat krusial, membentuk kesatuan yang erat dalam melawan kejahatan pertambangan ilegal,” tambah Anthoni.

Sebelumnya telah diberitakan PPNS Ditjen Minerba melakukan rangkaian kegiatan Pengawasan, Pengamatan, Penelitian, dan Pemeriksaan (WASMATLITRIK) di bawah koordinasi Biro Korwas PPNS Bareskrim POLRI. Ini sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat mengenai dugaan penambangan bijih emas ilegal dengan metode tambang bawah tanah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Di area tambang bawah tanah tersebut, berhasil diidentifikasi berbagai alat bukti khas industri pengolahan dan pemurnian emas, seperti pemecah batu (grinder), furnace induksi, pemanas listrik, koli pelebur emas, cetakan bullion grafit, exhaust/kipas hisap, dan bahan kimia penangkap emas, serta alat tambang lainnya seperti mesin peledak, bulldozer, truk sampah listrik, dan lori.

Barang-barang bukti tersebut disimpan sementara di Polres Ketapang karena alasan logistik, namun sebagian bukti dapat diperlihatkan di sini. Selain itu, masih ada beberapa barang bukti yang terhambat pengirimannya karena masalah administrasi penerbangan.

Baca  KFC Indonesia Merugi Rp 348,83 Miliar Imbas Gerakan Boikot Produk Pro Israel

Modus operasi dalam kasus ini melibatkan penggunaan lubang tambang bawah tanah yang seharusnya dalam pemeliharaan di WIUP, dengan dalih menjalankan kegiatan perawatan.

Namun, kegiatan yang sebenarnya berlangsung adalah penggunaan bahan peledak untuk pembongkaran di terowongan, diikuti dengan pengolahan dan pemurnian bijih emas di lokasi tersebut. Emas yang telah dimurnikan kemudian dikeluarkan dari terowongan dalam bentuk dore atau bullion emas.

Tersangka YH diketahui sebagai pemimpin operasi penambangan bawah tanah di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampaim, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, selama periode Februari hingga Mei 2024. Akibat kegiatan ilegal tersebut, negara mengalami kerugian dengan hilangnya cadangan emas dan perak yang diperkirakan mencapai 774.200 gram untuk emas dan 937.700 gram untuk perak.

Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, YH terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga 100 miliar rupiah. Kasus ini akan terus dikembangkan dan diinvestigasi secara paralel dengan tindak lanjut oleh Kejaksaan Negeri Ketapang. (ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker