Ragam

7 Fakta Unik Pemilu di Dunia, Ada yang Gunakan Kelereng untuk Memilih

(gambia.un.org/Alexia Lachavanne)

Editorialkaltim.com – Pemilihan Umum merupakan pesta demokrasi terbesar di Indonesia. Kegiatan ini juga terjadi diberbagai negara di dunia. Namun, setiap negara memiliki cara unik dan berbeda dalam melaksanakannya. Berikut tujuh fakta menarik tentang pemilu di berbagai belahan dunia:

1. Pemungutan Suara Luar Angkasa di Amerika Serikat

Astronot Amerika yang berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional tidak ketinggalan dalam pemilu. Sejak 1997, mereka dapat memberikan suara mereka dari luar angkasa melalui formulir digital yang dikirimkan ke pusat pemilu di Texas.

2. Denda Jika Golput di Australia

Dalam sistem pemilu Australia, partisipasi pemilih tidak hanya dianggap sebagai hak demokratis, tetapi juga sebagai kewajiban hukum. Setiap warga negara yang berusia 18 tahun ke atas diwajibkan untuk memberikan suara mereka dalam pemilihan umum.

Namun, kebijakan ini juga diiringi dengan konsekuensi bagi mereka yang tidak mematuhi. Warga yang memilih untuk abstain atau golput (golongan putih), alias tidak memberikan suara tanpa alasan yang sah, akan dikenakan denda. Besaran denda ini bervariasi, mulai dari 20 dollar Australia, setara dengan sekitar Rp200 ribu, hingga 180 dollar Australia, yang hampir mencapai 2 juta rupiah.

Baca  KPU Sebut Jumlah Anggota KPPS Meninggal Tak Sebanyak Pemilu 2019

3. Pengamat Politik Dilarang Berkomentar Saat Pemilu di Selandia Baru

Di Selandia Baru, terdapat regulasi ketat yang mengatur komentar publik selama pemilu, terutama yang berkaitan dengan para pengamat politik. Pada hari pemungutan suara, aturan ini menjadi sangat signifikan. Pengamat politik di negara tersebut dilarang keras untuk memberikan komentar atau analisis tentang pemilu di depan media. Hal ini dilakukan untuk menjaga integritas proses pemilu dan memastikan bahwa pemilih tidak dipengaruhi oleh opini terakhir yang muncul di media.

Pemerintah Selandia Baru menetapkan bahwa pengamat politik dan media hanya diperbolehkan untuk membahas hasil pemilu setelah pukul 7 malam. Waktu ini ditetapkan untuk memberikan ruang yang cukup bagi pemilih untuk membuat keputusan mereka tanpa adanya pengaruh eksternal.

4. Pemilu dengan Kelereng di Gambia

Di Gambia, metode pemungutan suara yang unik telah digunakan selama beberapa dekade. Pemilih menggunakan kelereng untuk memilih kandidat mereka. Setiap kandidat memiliki drum yang berbeda di mana pemilih memasukkan kelereng mereka.

Sistem ini dirancang untuk mengurangi kecurangan dan memudahkan mereka yang buta huruf untuk berpartisipasi.

Baca  Konferensi PWI Kutai Timur Berfokus pada Penguatan Independensi Jurnalistik Jelang Pemilu 2024

5. Di Brazil, Usia 16 Tahun Sudah Bisa Memilih

Jika kebanyakan negara menerapkan usia penggunaan hak suara di 17 hingga 18 tahun, berbeda dengan Brazil. Sejak 1988, warga Brasil yang berusia minimal 16 tahun sudah diberikan hak untuk memilih. Lebih jauh lagi, mereka yang tidak menggunakan hak suaranya bisa dikenai denda.

6. Chili Terapkan TPS Terpisah untuk Pria dan Wanita

Pemilihan umum di Chili menawarkan sebuah perspektif unik dalam sejarah demokrasi, terutama dalam konteks gender. Menurut sumber dari JSTOR, hingga beberapa dekade yang lalu, pemilu di Chili memiliki cara yang berbeda dalam menangani suara pria dan wanita.

Mereka tidak hanya memisahkan pria dan wanita dalam memberikan suara di tempat pemungutan suara yang berbeda, tetapi juga hasil pemilu ditabulasikan secara terpisah berdasarkan jenis kelamin. Praktik ini dimulai sejak 1930 dan berlanjut selama puluhan tahun.

7. Pemilu Otoriter di Korea Utara

Korea Utara dikenal sebagai negara dengan sistem kepemimpinan yang otoriter, tetapi menariknya, negara ini juga memiliki elemen-elemen demokrasi. Pemilihan umum di Korea Utara, misalnya, menghadirkan pemandangan yang unik dalam praktik demokrasi.

Baca  Dirty Vote Trending, Film Dokumenter yang Mengungkap Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

Pada pemilu lokal 2015, sebanyak 99,7 persen pemilih yang berpartisipasi menarik karena mereka tidak memiliki banyak opsi dalam memilih calon yang diinginkan. Proses pemilihan umum di negara ini selalu didominasi oleh partai yang berkuasa, yang memberikan nuansa yang berbeda dari pemilu di banyak negara demokratis lainnya.

Dalam sistem pemungutan suara di Korea Utara, warga hanya perlu memasukkan kartu suara yang sudah ditandai dengan nama mereka ke dalam sebuah kotak. Namun, ada juga kotak terpisah untuk surat suara yang menyatakan pendapat yang berbeda dari calon pemimpin yang diusung. Hasilnya, setiap kandidat yang terpilih biasanya akan memperoleh dukungan 100 persen, karena di Korea Utara, sangat jarang ada warga yang memilih untuk menyatakan pendapat yang berbeda.

Jika ada yang berani menyatakan pendapat berbeda, suara mereka tidak akan dihitung, yang menunjukkan adanya ketakutan dan kontrol ketat dalam sistem politik negara tersebut. (nfa)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button