Nasional

UU Pemilu: Ajak Orang Golput Bisa Dipenjara 3 Tahun dan Denda Rp36 Juta

Ilustrasi Pemilu (Foto: AFP Chaideer Mahyuddin)

Editorialkaltim.com – Golongan Putih atau yang sering dikenal dengan sebutan “golput” telah menjadi topik panas dalam dunia politik Indonesia. Istilah ini merujuk kepada mereka yang memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu, menjauh dari hak pilih yang menjadi fondasi demokrasi. Meski begitu, setelah Pemilu 2019, para penganut golput harus mulai waspada atas ancaman hukuman yang mengintai.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari pemungutan suara pada Pemilu 2024. Tepat pada hari itu, rakyat Indonesia akan menyuarakan pilihannya di tempat pemungutan suara (TPS).

Baca  Jumlah Wajib Pajak Melonjak, Pemerintah Siap Luncurkan Core Tax System

Namun, perlu diperhatikan bahwa ada peraturan tegas dalam Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang melarang setiap individu atau kelompok untuk mengajak atau menjanjikan pemilih untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya.

Ancaman hukuman tercantum dalam Pasal 515 Undang-undang tersebut, yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah.”

Baca  Menko Luhut: Starlink Siap Meluncur di Indonesia Pertengahan Mei 2024

Untuk dapat dianggap sebagai pelaku golput yang dapat dipidana, tindakan tersebut harus memenuhi tiga unsur atau syarat tertentu. Pertama, harus dilakukan pada hari pemungutan suara.

Kedua, harus melibatkan tindakan menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya kepada pemilih. Ketiga, perbuatan tersebut harus merusak surat suara sehingga membuatnya tidak sah atau tidak dapat dihitung sebagai suara dalam pemilu.

Data dari KPU mencatat tren golput di pilpres dari tahun 2004 hingga 2014 terus meningkat. Di 2004, tingkat golput mencapai 20,24 persen, di 2009 naik menjadi 25,19 persen, dan pada 2014 mencapai 20,22 persen.

Baca  Pemilu 2024 dan Konsolidasi Demokrasi

Namun, pada Pemilu 2019, tren ini berhasil diubah dengan berhasil menurunkan tingkat golput menjadi 18,03 persen.

Jadi, sambil rakyat Indonesia bersiap-siap untuk Pemilu 2024, perlu diingat bahwa golput bukan hanya pernyataan politik, tetapi juga dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius. (ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker