Editorial

Tekan Angka Kekerasan Anak di Samarinda DP2PA Gelar Pelatihan Manajemen dan Penanganan Kasus

DP2PA Kota Samarinda menggelar Pelatihan Manajemen dan Penanganan Kasus dan In House Training di Hotel Midtown. (istimewa)

Editorialkaltim.com – Pemerintah Kota Samarinda melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) mengadakan Pelatihan Manajemen dan Penanganan Kasus serta In House Training di Hotel Midtown Samarinda, dimulai pada Senin (8/7/2024). Acara ini berlangsung selama dua hari, hingga tanggal 9 Juli 2024, dengan melibatkan 50 peserta dari berbagai instansi dan lembaga terkait.

Narasumber pada kegiatan ini adalah Sudirman, Fasilitator Perlindungan Anak Nasional yang memberikan pelatihan tentang manajemen kasus. Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam unit penyedia layanan perlindungan anak, khususnya di Samarinda, serta mempersiapkan mereka sebagai ujung tombak dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Baca  Mangkir Sidang Pengesahan Perda RTRW, Bapemperda Samarinda: Kami Tak Ingin Beresiko Hukum

Kepala DP2PA Samarinda, Ibnu Araby, menyampaikan kasus kekerasan terhadap anak masih tinggi di Samarinda. Menurut data Sistem Informasi Online (SIMFONI) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2023 tercatat 494 kasus, dengan 309 kasus melibatkan dewasa dan 189 kasus melibatkan anak. Sampai Mei 2024, terdapat 98 kasus, dengan 46 kasus dewasa dan 53 kasus anak.

Baca  DP2PA Optimis Samarinda Raih Kota Layak Anak Utama Tahun 2025

“Manajemen kasus adalah pendekatan tepat untuk merespon keadaan yang ada,” papar Ibnu.

Ibnu juga menekankan masalah pernikahan dini, yang turut menjadi fokus pemerintah. Pada tahun 2023, tercatat 102 pernikahan dini, dan hingga Mei 2024, jumlahnya mencapai 51. Menurutnya, pernikahan dini berpengaruh besar terhadap masalah stunting, kekurangan gizi, dan risiko perceraian dini.

“Upaya kita agar tidak terjadi pernikahan dini sangat penting untuk menghindari stunting, kekurangan gizi, dan perceraian dini. Pernikahan yang dipaksakan seringkali membawa dampak negatif,” ungkapnya.

Baca  Menutup Lembaran Pendidikan: Cerita di Balik Lepas Kenang Santri Pondok Pesantren Mus’ab Bin Umair

Ibnu berharap, dengan peningkatan kapasitas lembaga yang terlibat, kasus kekerasan terhadap anak dapat berkurang di Samarinda, yang merupakan kota dengan angka kekerasan anak yang cukup tinggi. Upaya ini adalah bagian dari komitmen menjadikan Samarinda sebagai Kota Layak Anak dan pusat peradaban. (adr/shn)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker