gratispoll
KaltimOpiniPenajam Paser Utara

Senator dan Legislator Kaltim Harus “Garang” di Parlemen, Sudah Saatnya Rakyat Kaltim Menikmati Pajak Sumber Daya Alamnya

Oleh: Hasrul, Ketua HIPMI PPU

Editorialkaltim.com – Pemerintah pusat telah mengumumkan kebijakan anggaran untuk tahun 2026 dalam pembacaan Nota Keuangan dan RAPBN di kompleks parlemen. Salah satu kebijakan yang paling dirasakan oleh daerah adalah pengurangan jumlah Transfer ke Daerah (TKD) pada tahun 2026 yang hanya sebesar Rp650 triliun untuk dibagi kepada 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia. Angka ini tentu saja turun sangat jauh dari total transfer daerah pada tahun 2025 yang berjumlah Rp864 triliun.

Jumlah itu pun masih belum sepenuhnya diserahkan kepada daerah, mengingat sebagian daerah masih mengalami kurang salur atas hak Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Belum juga berlaku kebijakan anggaran tahun 2026, daerah sudah merasa sangat kesulitan mengatur kondisi keuangannya karena situasi yang terjadi saat ini.

Kondisi ini tentu saja sangat ironis bagi Provinsi Kalimantan Timur beserta 7 kabupaten dan 3 kota yang ada di dalamnya. Padahal, Kaltim memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, bukan hanya dari sektor migas dan batu bara, tetapi juga sektor-sektor potensial lain yang bernilai ekonomis tinggi serta menghasilkan pendapatan besar bagi negara.

Terlebih setelah disahkannya UU No. 10 Tahun 2022 tentang Kalimantan Timur, di mana pada Pasal 5 sangat jelas disebutkan bahwa Kalimantan Timur memiliki karakter potensi sumber daya alam berupa hutan tetap, hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi, perkebunan, serta bahan galian berupa batu alam, batu bara, dan minyak bumi.

Baca  Pemkab PPU Gandeng Pramuka Bangun Generasi Muda Berkarakter

Besarnya potensi SDA Kaltim bahkan mampu memberikan kontribusi hingga Rp600 triliun per tahun kepada pemerintah pusat. Namun, hasil yang disalurkan kepada rakyat Kaltim hingga kini hanya berada pada kisaran 5,4% dari potensi pendapatan yang seharusnya diterima dan dinikmati oleh masyarakat.

Tidak mampu menikmati secara maksimal hasil sumber daya alamnya, rakyat Kaltim justru menanggung banyak dampak negatif dan permasalahan akibat proses eksploitasi SDA. Mulai dari timpangnya kondisi infrastruktur—terlihat dari banyaknya jalan yang masih rusak dan belum dapat diakses melalui jalur darat—hingga residu penambangan yang ditinggalkan perusahaan tak bertanggung jawab.

Selain itu, terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan serta pendidikan juga berdampak pada rendahnya kualitas masyarakat. Tingginya arus migrasi pekerja dari luar Kaltim pun semakin menyulitkan putra daerah bersaing mendapatkan pekerjaan. Berbagai masalah sosial dan lingkungan hampir setiap hari menjadi “makanan” bagi masyarakat, terutama di daerah sumber eksplorasi dan eksploitasi.

Baca  Kegiatan 'Anden Oko, Anden Gedang Run 2023' Sukses Dengan Antusiasme Tinggi

Segudang dampak negatif ini seharusnya cukup menjadi alasan bagi legislator dan senator dari daerah pemilihan Kaltim untuk gerah dan bersuara lantang di parlemen. Mereka harus garang memperjuangkan hak rakyat Kaltim agar dapat menikmati lebih besar hasil pajak SDA yang dikelola pemerintah pusat melalui dana perimbangan.

Pasalnya, rakyat Kaltim lah yang paling merasakan dampak negatif dari eksplorasi dan eksploitasi SDA. Pemerintah pusat seharusnya tidak hanya mempertimbangkan jumlah penduduk dalam pembagian DBH, tetapi juga mengutamakan daerah yang paling terdampak untuk pengembangan infrastruktur, penguatan lingkungan, peningkatan kualitas SDM, serta kesejahteraan masyarakat.

Jika masih berpegang pada jumlah penduduk, maka sampai kapan pun Kaltim hanya akan menjadi bulan-bulanan eksploitasi, sementara masyarakat daerah lain menikmati infrastruktur merata, pendidikan berkualitas, harga murah, dan hidup sejahtera tanpa harus bergulat dengan polusi, kerusakan alam, air tercemar, kebakaran hutan, dan dampak sosial lainnya.

Legislator dan senator sebagai ujung tombak suara rakyat Kaltim, dengan segala hak dan kewenangan yang melekat, harus lebih vokal dan aktif bersuara di parlemen. Sebab, pembahasan anggaran bukan sekadar proses normatif dan administratif, melainkan aktivitas politik untuk memperjuangkan kesejahteraan daerah masing-masing.

Baca  RS Medika Mulya Resmi Dibuka, Warga Samarinda Punya Pilihan Baru

Jika legislator Kaltim tidak vokal, maka legislator daerah lain yang vokal lah yang akan berhasil menggiring isu sekaligus anggaran pembangunan ke daerah mereka. Hal serupa juga berlaku bagi senator atau anggota DPD RI asal Kaltim. Mereka dituntut proaktif bersuara lantang, mengingat posisinya sebagai representasi khusus rakyat Kaltim untuk menyuarakan aspirasi kedaerahan, terutama terkait pelaksanaan otonomi daerah, pengelolaan SDA, dan keuangan pusat-daerah.

Kolaborasi dan kekompakan legislator serta senator Kaltim sudah seharusnya terjalin sejak mereka disumpah oleh Mahkamah Agung. Mereka tidak boleh lagi terkotak-kotak oleh latar belakang partai dan kelompok, tetapi membawa tujuan bersama: bagaimana rakyat Kaltim bisa lebih sejahtera dengan mengadvokasi sebesar-besarnya potensi anggaran dari pemerintah pusat. Dengan begitu, Kalimantan Timur dapat maju sejajar dengan daerah lain melalui hasil SDA yang dimilikinya.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi editorialkaltim.com

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button