Perjalanan Historis Puasa Ramadan: Dari Zaman Nabi Adam hingga Masa Kini
Editorialkaltim.com – Tradisi berpuasa, sebuah praktik ibadah yang mendalam dan sarat makna, ternyata telah mengakar sejak awal eksistensi umat manusia di bumi. Menurut catatan sejarah spiritual, ibadah puasa ini pertama kali dilakukan oleh Nabi Adam AS, figur sentral dalam banyak tradisi keagamaan, sejak momen Nabi Adam AS pertama kali menginjakkan kaki di dunia fana, setelah diturunkan dari Surga.
Puasa Nabi Adam AS
Perjalanan Nabi Adam AS di bumi dimulai dengan tantangan yang berat. Dikisahkan, saat pertama kali terpapar oleh sinar matahari di bumi, kulit Nabi Adam mengalami perubahan, terbakar oleh panasnya hingga warnanya menghitam. Dalam momen penuh cobaan ini, muncul bantuan dari langit. Malaikat Jibril, dalam sebuah narasi yang penuh simbolisme, menawarkan solusi untuk kembali ke keadaan semula.
Dengan penuh harap, Nabi Adam AS menerima saran untuk berpuasa pada tanggal 13, 14, dan 15, yang kemudian dikenal sebagai puasa ayyamul bidh atau puasa “hari-hari putih”. Sebuah proses penyerahan diri yang mendalam, di mana melalui pengendalian diri dan keteguhan iman, Nabi Adam AS berhasil melalui ujian ini. Setiap hari puasa menyaksikan perubahan pada diri beliau, dimana secara bertahap kulitnya kembali ke warnanya yang semula, simbolisasi dari pemurnian dan kembali ke fitrah.
Kisah ini, sebagaimana tercatat dalam Tafsir al-Tsa‘labi (Beirut: Daru Ihya al-Turats, Cetakan I, 2002, Jilid 2, halaman 62).
Puasa 10 Muharram
Peristiwa bersejarah yang menginspirasi Puasa 10 Muharram bermula dari kisah Nabi Musa AS yang memimpin Bani Israil melawan kezaliman Fir’aun. Hari dimana Allah SWT menyelamatkan Musa AS dan Bani Israil serta menenggelamkan pasukan Fir’aun dikenal sebagai Hari ‘Asyura. Tradisi berpuasa pada hari tersebut tidak hanya dijalankan oleh umat Islam, tetapi juga umat Yahudi sebagai bentuk syukur atas kejadian agung tersebut.
Ditambah, Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ia mendapati umat Yahudi berpuasa pada hari itu. Menyadari pentingnya hari tersebut, Rasulullah SAW pun mengajak umat Islam untuk berpuasa pada 10 Muharram. Ini merupakan salah satu puasa wajib sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan.
Puasa Nabi Daud AS
Puasa Nabi Daud merupakan tradisi berpuasa satu hari dan berbuka pada hari berikutnya. Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang praktik puasa terbaik, ia menyebutkan tentang puasa Nabi Daud AS, yang berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.
Tradisi ini, dikenal karena keseimbangannya, dianggap sebagai salah satu bentuk puasa yang paling baik dan telah direkomendasikan oleh Rasulullah SAW kepada umat Islam.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad menyatakan, أَفْضَلُ الصَّوْمِ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا, yang artinya, “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku, Daud AS. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.”
Puasa Ramadhan Tradisi Umat Nasrani Sebelum Islam
Dalam penelusuran yang dilakukan oleh at-Thabari, dikutip dari narasi Musa ibn Harun, yang merujuk pada ‘Amr ibn Hammad, dari Asbath, hingga kepada al-Suddi, ditemukan bahwa puasa Ramadhan telah diwajibkan kepada kaum Nasrani. Mereka diharuskan untuk menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri setelah tidur selama bulan suci Ramadhan.
Kendati demikian, aturan ketat ini rupanya memberatkan bagi sebagian umat Nasrani. Dalam upaya mengatasi kesulitan tersebut, mereka kemudian bersepakat untuk memindahkan waktu puasa ke musim yang lebih mereka anggap tepat, yakni di pertengahan musim panas dan musim dingin. Sebagai bentuk penebusan atas perubahan tersebut, umat Nasrani pun menambah durasi puasa mereka menjadi 50 hari, dengan penambahan sebanyak 20 hari.
Namun, atas izin dari Allah SWT, Yang Maha Pemurah, kemudian ada keringanan yang diberikan. Allah SWT membolehkan umat Nasrani untuk kembali makan, minum, dan berhubungan suami istri setelah berakhirnya waktu tidur hingga tiba waktu fajar.
Sejarah Puasa Ramadan Umat Islam
Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, sejarah puasa di bulan suci Ramadan berawal ketika Rasulullah Saw rutin melakukan ayyamul bidh, yaitu puasa selama tiga hari setiap bulannya. Selain dari itu, Rasulullah Saw dan para sahabat juga berpuasa pada tanggal 10 Muharam, yang dikenal sebagai puasa Asyura, hingga akhirnya turun perintah tentang kewajiban berpuasa di bulan Ramadan.
Dikisahkan bahwa sekitar tanggal 10 Syakban di tahun kedua hijriah, atau sekitar tahun 624 Masehi, umat Islam diperintahkan untuk menggantikan puasa Asyura dengan puasa Ramadan. Perintah ini tercatat dalam surat Al-Baqarah ayat 183.
“Hai, orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Q.S. Al-Baqarah ayat 183.
Saat itu, Rasulullah Saw beserta sahabat-sahabatnya sedang dalam proses membangun fondasi pemerintahan baru di Madinah.
Meskipun puasa Asyura digantikan, Rasulullah Saw tetap memberikan izin kepada umat Islam yang ingin melaksanakannya. Puasa Asyura kemudian dianggap sebagai sunah yang dapat menambah pahala jika dikerjakan dan tidak berdosa jika ditinggalkan.
Puasa Ramadan tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga pelajaran yang mendalam tentang pembentukan karakter. Melalui puasa, seorang muslim diajak untuk lebih disiplin, sehat, serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain itu, bulan Ramadan juga ditandai dengan pelaksanaan ibadah lainnya seperti salat Id, zakat fitrah, dan kurban, yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
Sebuah fenomena alam juga turut menjadi penanda dimulainya bulan suci ini, sebagaimana hadits dari Ibnu ‘Umar Ra yang menyebutkan sabda Rasulullah Saw, “Apabila kalian melihat hilal Ramadan, maka mulailah berpuasa. Dan jika kalian melihat hilal Syawal, maka berbukalah. Jika hilal tidak terlihat, maka sempurnakanlah hitungan bulan Syakban menjadi 30 hari.” (ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.