Pengamat: PDI Perjuangan dan PKS Berpeluang Menjadi Oposisi
Editorialkaltim.com – Menjelang pemerintahan baru 2024-2029, dinamika politik tanah air semakin menarik perhatian. Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi, menyoroti potensi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menjadi oposisi. Meski berpeluang besar berada di luar pemerintahan, Arya menyatakan kemungkinan untuk mereka bersatu dalam barisan oposisi terbilang kecil.
“Iya, kalau mereka di luar pemerintahan itu sangat mungkin. Nah, pertanyaannya adalah di luar pemerintahan, bersatu di luar pemerintahan, itu yang kecil kemungkinannya,” ujar Arya dilansir dari Antara Senin (4/3/2024).
Mekanisme checks and balances ini dianggap penting oleh Arya sebagai sarana pengawasan dan penyeimbangan kekuasaan antarlembaga negara, selaras dengan cita-cita reformasi dan konstitusi UUD 1945. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang akuntabel dan bebas dari kesewenang-wenangan.
Lebih lanjut, Arya mengibaratkan PDI Perjuangan dan PKS sebagai minyak dan air yang sulit untuk bersatu karena perbedaan ideologi yang signifikan.
“Karena, secara jarak ideologi mereka terlalu jauh, itu bagaikan minyak dan air. Itu akan repot, ribet,” ungkapnya.
Kendati bersatunya kedua partai ini sebagai oposisi memiliki peluang kecil, Arya menekankan bahwa berada di luar pemerintahan membutuhkan motivasi yang kuat, mulai dari kesamaan ideologi hingga platform politik.
Ia juga menyinggung paradoks yang terjadi apabila kedua partai berada dalam pemerintahan, di mana mereka dapat dengan lebih mudah bersatu meski memiliki perbedaan ideologi yang besar.
“Hal ini berbanding terbalik apabila PDI Perjuangan dan PKS berada di dalam pemerintahan. Mereka dapat dengan mudah bersatu, walaupun memiliki jarak ideologi yang besar,” katanya.
Sebelumnya, Ketua DPP PKS, Al Muzammil Yusuf, mengungkapkan kenaikan elektabilitas partainya yang signifikan dalam survei yang dirilis oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Rabu (27/12/2023). Al Muzammil menyatakan bahwa peningkatan tersebut merupakan hasil dari konsistensi PKS dalam berada di posisi oposisi, termasuk penolakan terhadap beberapa undang-undang.
“PKS konsisten dalam oposisi,” kata Al Muzammil.
“Suara dan sikap PKS juga lantang di DPR terkait penolakan saat pengambilan keputusan RUU misal Omnibus Law, RUU IKN, dan RUU Kesehatan yang menghapuskan mandatory spending sebesar 5 persen dari APBN, serta yang terbaru adalah Perubahan RUU Daerah Khusus Jakarta yang menyebutkan bahwa Gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden,” jelas Al Muzammil. (ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimc