Pangkas Anggaran, Pangkas Harapan: Menguak Ketimpangan dalam Kebijakan Anggaran Negara

Oleh: Tengku Imam Syarifuddin – Masyarakat Sipil
Editorialkaltim.com – Suara bising terdengar di setiap sudut negeri, kebijakan anggaran yang tidak relevan dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan pengelolaan belanja negara Tahun 2025. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan efisiensi anggaran dalam pengelolaan belanja negara tahun 2025 dengan memangkas total Rp306,69 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengarahkan berbagai pejabat negara, termasuk Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, para menteri, gubernur, bupati, dan wali kota, untuk melakukan penghematan di berbagai sektor.
Dari total penghematan tersebut, Rp50,59 triliun berasal dari dana transfer ke daerah, sedangkan Rp256,1 triliun dipangkas dari anggaran kementerian dan lembaga. Langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mengelola keuangan negara secara lebih efisien di tengah berbagai tantangan ekonomi.
Namun, kebijakan ini menuai berbagai reaksi di masyarakat karena dianggap tidak relevan dan berpotensi mempengaruhi berbagai program serta layanan publik.
Beberapa kementerian yang berhubungan langsung dengan masyarakat terkena kebijakan efisiensi anggaran.
Salah satunya adalah sektor pendidikan, termasuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Kedua kementerian ini mengalami pemangkasan anggaran yang cukup besar. Anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dipotong sebesar Rp8,04 triliun.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi mengalami pemangkasan Rp22,54 triliun dari total anggaran awal sebesar Rp57,6 triliun. Selain pendidikan, sektor kesehatan juga terdampak. Kementerian Kesehatan kehilangan lebih dari Rp19,6 triliun dari anggaran awalnya yang mencapai Rp105,7 triliun. Pemangkasan ini mengurangi anggaran kementerian tersebut sekitar 18,54 persen.
Beberapa kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, tidak terkena dampak pemangkasan anggaran, meskipun kebijakan ini berlaku bagi kementerian dan lembaga lainnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran publik, terutama, karena beberapa di antaranya memiliki anggaran yang besar. Selain itu, lembaga negara seperti Mahkamah Agung, DPR, dan KPK juga tidak mengalami pemotongan anggaran.
Keputusan ini memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat tentang dasar pemerintah dalam menentukan lembaga mana yang tetap mendapatkan pendanaan penuh, sementara sektor lain yang juga penting bagi kesejahteraan publik mengalami pemotongan. Ketimpangan dalam kebijakan ini semakin mendorong diskusi tentang keadilan dalam alokasi anggaran negara.
Asas Proposionalitas dalam Pengelolaan Anggaran Negara
Kebijakan alokasi anggaran negara seharusnya didasarkan pada asas proporsionalitas, yaitu keseimbangan antara kebutuhan dan prioritas setiap sektor. Prinsip ini memastikan bahwa setiap kementerian dan lembaga mendapatkan anggaran sesuai urgensinya dalam pembangunan.
Salah satu sektor yang harus menjadi prioritas adalah pendidikan dan kesehatan karena keduanya berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan yang baik dan layanan kesehatan yang memadai menjadi fondasi pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pemotongan anggaran pada sektor-sektor ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menghambat akses masyarakat terhadap layanan dasar.
Ekonom Joseph Stiglitz menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa terwujud tanpa investasi yang tepat pada sektor fundamental seperti pendidikan dan kesehatan. Dalam kondisi keuangan negara yang terbatas, pemerintah harus mengalokasikan anggaran secara bijak, tidak hanya berfokus pada keamanan dan pertahanan, tetapi juga memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat.
Dengan keseimbangan yang tepat, meskipun ada pemangkasan anggaran, dampak negatif terhadap layanan publik dapat diminimalkan.
Selain itu, asas proporsionalitas juga berkaitan erat dengan keadilan sosial. Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran negara tidak hanya mencerminkan kepentingan politik jangka pendek, tetapi juga berorientasi pada kesejahteraan masyarakat luas, terutama kelompok rentan.
Jika pemotongan anggaran dilakukan secara tidak seimbang, ketimpangan sosial akan semakin melebar, menyebabkan masyarakat miskin kesulitan mengakses pendidikan dan layanan kesehatan yang layak. Oleh karena itu, pengelolaan anggaran yang adil dan proporsional sangat penting untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Pemangkasan Anggaran untuk Pendidikan dan Kesehatan: Dampaknya pada Kesejahteraan Masyarakat
Pengurangan anggaran di sektor kesehatan dan pendidikan dapat berdampak besar pada kesejahteraan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan. Kedua sektor ini sangat penting karena berkontribusi langsung terhadap peningkatan kualitas hidup dan pembangunan sumber daya manusia yang unggul. Pendidikan yang baik membuka peluang bagi generasi mendatang untuk hidup lebih sejahtera dan berkontribusi pada ekonomi negara, sedangkan layanan kesehatan yang berkualitas memastikan setiap individu tetap sehat dan produktif.
Jika anggaran untuk kedua sektor ini dikurangi, akses masyarakat terhadap layanan dasar akan terhambat, yang pada akhirnya merugikan individu maupun negara.
Sebagai pemahaman dasar, pemotongan anggaran pendidikan dapat mengurangi dana untuk sekolah negeri, yang menjadi pilihan utama bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, terutama di daerah terpencil.
Jika dana berkurang, kualitas pendidikan pun menurun, misalnya dengan semakin sedikitnya buku pelajaran, fasilitas belajar yang kurang memadai, atau berkurangnya jumlah guru berkualitas. Akibatnya, cita-cita untuk menyediakan pendidikan yang merata dan berkualitas, sebagaimana yang ditargetkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, akan sulit tercapai.
Ketimpangan pendidikan ini juga akan memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi, di mana hanya mereka yang mampu yang dapat mengakses pendidikan bermutu.
Selain itu, pemotongan anggaran kesehatan juga dapat berdampak pada layanan medis bagi masyarakat. Rumah sakit dan pusat kesehatan yang selama ini menyediakan layanan terjangkau bisa mengalami keterbatasan, misalnya dengan mengurangi jam operasional, jumlah tenaga medis, atau pasokan obat-obatan.
Dampak ini akan sangat terasa di daerah-daerah terpencil yang sudah minim fasilitas kesehatan. Data dari Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 60% pusat kesehatan di pedesaan kekurangan tenaga medis dan fasilitas yang memadai. Jika anggaran kesehatan dipotong, masalah ini bisa semakin parah, menyebabkan lebih banyak orang kesulitan mendapatkan layanan medis yang dibutuhkan. Akibatnya, produktivitas masyarakat menurun dan pertumbuhan ekonomi pun ikut terhambat.
Dampak lain dari pengurangan anggaran di sektor ini adalah meningkatnya kesenjangan antara daerah kaya dan miskin. Pendidikan dan layanan kesehatan berkualitas adalah kebutuhan utama di wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi. Keluarga miskin biasanya bergantung pada layanan pendidikan dan kesehatan yang disediakan pemerintah karena mereka tidak mampu membayar layanan swasta yang mahal.
Jika anggaran dikurangi, semakin banyak masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses yang layak. Hal ini bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai SDGs 2030, terutama dalam memastikan kesehatan yang baik serta pendidikan yang inklusif dan berkualitas bagi semua.
Jika pemotongan anggaran terus menyasar sektor kesehatan dan pendidikan, target SDGs akan semakin sulit dicapai. SDG 3, yang bertujuan menjamin kehidupan yang sehat dan sejahtera bagi semua, bisa gagal karena layanan kesehatan menjadi kurang terjangkau.
Demikian pula, SDG 4 tentang pendidikan berkualitas dan inklusif akan sulit terealisasi jika dana pendidikan dipangkas. Padahal, pendidikan dan kesehatan memiliki dampak jangka panjang dalam mengentaskan kemiskinan serta menciptakan masyarakat yang lebih setara dan sejahtera.
Jika alokasi anggaran tidak seimbang, ketimpangan sosial akan semakin besar dan Indonesia akan kesulitan mewujudkan kehidupan yang layak bagi seluruh warganya di tahun 2030. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan pembagian anggaran yang adil, sehingga sektor pendidikan dan kesehatan tetap menjadi prioritas dalam pembangunan sosial dan ekonomi bangsa.
Menjaga Keadilan dalam Kebijakan Anggaran
Kebijakan anggaran yang adil sangat penting agar negara dapat memenuhi kewajibannya secara proporsional, termasuk dalam membayar utang kepada warga negaranya. Prinsip proporsionalitas dalam pengelolaan anggaran menuntut agar setiap sektor mendapatkan dana sesuai dengan tingkat prioritas dan kebutuhannya.
Terutama, sektor yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan, tidak boleh mengalami pemotongan anggaran yang berlebihan. Jika hal ini terjadi, akses masyarakat terhadap layanan penting bisa berkurang, yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial.
Oleh karena itu, pemerintah harus menyeimbangkan alokasi anggaran antara sektor strategis, seperti pertahanan, dan sektor yang langsung mendukung kesejahteraan rakyat, guna mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan kebijakan anggaran yang tepat, kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan. Sektor pendidikan dan kesehatan, misalnya, bukan hanya sekadar pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga investasi dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif, dan sehat. Investasi ini akan berdampak jangka panjang terhadap pembangunan ekonomi negara.
Oleh sebab itu, pengalokasian dana yang adil dan merata menjadi langkah strategis agar semua sektor dapat berfungsi optimal tanpa mengorbankan kepentingan sektor lain yang juga vital bagi kemajuan bangsa.
Prinsip proporsionalitas dalam anggaran harus menjadi dasar utama dalam mencapai pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Anggaran negara bukan sekadar alat keuangan, tetapi juga instrumen untuk memastikan pembangunan sosial dan ekonomi yang merata. Semua sektor, baik yang terkait dengan keamanan nasional maupun kesejahteraan masyarakat, harus mendapat perhatian yang seimbang. Dengan demikian, pemerintah harus mampu menyusun anggaran yang proporsional agar tidak terjadi ketimpangan antarsektor. Jika kebijakan anggaran dijalankan dengan adil dan proporsional, Indonesia dapat melangkah menuju masa depan yang lebih sejahtera dan berkelanjutan bagi seluruh rakyatnya.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi editorialkaltim.com
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.