Opini

Masa Depan Keamanan Pangan Siap Saji

Oleh Rahman Putra, AMKL., S.KM., M.Ling(Ahli Kesehatan Lingkungan/ Sanitarian Pemerintah Kota Samarinda)

Isu keamanan pangan siap saji adalah salah satu isu dalam kesehatan masyarakat yang terabaikan. Pangan siap saji khususnya di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih belum mendapatkan perhatian yang layak. Di Indonesia keamanan pangan menjadi tanggung jawab dua lembaga yaitu Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pangan siap saji secara khusus menjadi wewenang Kementerian Kesehatan bersama dengan dinas kesehatan provinsi, kabupaten kota hingga Puskesmas.

Pada tahun 2022 terdapat 3514 kasus keracunan makanan sedangkan pada tahun 2023 hingga bulan Oktober terjadi peningkatan kasus menjadi 4792 kasus. Terjadi peningkatan lebih dari seribu kasus pada tahun selanjutnya merupakan catatan kritis tentang bagaimana tindakan mitigasi keracunan makanan dilaksanakan. Jumlah kasus yang sangat besar ini belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya. Data kasus keracunan makanan ini bisa saja seperti istilah gunung es, di mana data yang ada hanyalah puncak kasus. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus keracunan makanan yang dilaporkan di negara berkembang diperkirakan hanya 1 persen dari total kasus sesungguhnya yang terjadi. Apabila kita mengacu pada asumsi WHO, pada tahun 2023 ada 100 kali lipat jumlah kasus yaitu 4 juta kasus lebih.

Baca  Melihat Kondisi Buruh Perkebunan Kelapa Sawit Lewat Buku Hidup Bersama Raksasa

Kerugian akibat keracunan makanan juga belum banyak di analisis baik oleh pemerintah maupun swasta. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kompas, kerugian ekonomi akibat kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan pada tahun 2021 adalah sebesar  109, 68 Miliar Rupiah. Angka yang fantastis ini menjadi catatan baru betapa KLB keracunan pangan menjadi penting tidak hanya dalam hal perlindungan kesehatan masyarakat tetapi juga secara ekonomi.

Urgensi keamanan pangan siap saji yang dimengerti oleh para pemerhati keamanan pangan termasuk di dalamnya adalah Sanitarian atau ahli kesehatan lingkungan yang sebagian besar bekerja untuk pemerintah ini belum mendapat tempat yang semestinya. Isu ini menjadi isu minor di antara isu kesehatan yang lain meski pangan dapat  menjadi salah satu media penularan penyakit. Pandemi Covid 19 menjadi realita yang mungkin nanti akan terulang kembali. Pandemi ini dapat terulang melalui berbagai cara, termasuk melalui pangan siap saji.

Baca  Fadly: Erick Thohir Puzzle Utama Kemajuan Sepak Bola Indonesia

Standar hygiene sanitasi yang layak bagi usaha pangan siap saji terbentur dengan usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang dijalankan oleh masyarakat. Dimana untuk bertahan hidup, masyarakat harus bekerja sendiri hampir tanpa bantuan pemerintah. Usaha-usaha pangan siap saji harus bekerja keras untuk bertahan hidup setiap hari. Hanya untuk operasional dan kebutuhan harian saja, para pengusaha kecil ini hampir menggunakan seluruh sumber daya yang ada. Upaya hygiene sanitasi untuk mencegah risiko terjadinya keracunan pangan berbenturan dengan sumber penghidupan masyarakat kecil menengah. Kebijakan yang mendukung penguatan otoritas sanitarian sebagai pengawas pangan juga belum ada. Seringkali sanitarian mendapat penolakan dan pengusiran untuk melakukan inspeksi kesehatan lingkungan terhadap usaha pangan siap saji. Tantangan – tantangan ini menjadi PR besar baik bagi pemerintah pusat maupun daerah. Kerja-kerja kolaborasi diperlukan untuk mengurai tantangan ini dan mencari titik kompromi antara perlindungan kesehatan masyarakat dan perlindungan perekonomian masyarakat.

Baca  78 Tahun Merdeka, Istana Bergoyang Rakyat Terpinggirkan

Penerbitan peraturan daerah yang mengacu tentang mekanisme reward dan punishment perlu dibuat dengan mempertimbangkan pendapat multi stakeholder. Keinginan pemerintah dan bisnis serta LSM di bidang pangan siap saji perlu menjadi pertimbangan serius. Upaya – upaya untuk saling berempati dan mendengarkan sebelum mengeluarkan produk kebijakan publik perlu dan harus dilakukan. Apakah memungkinkan untuk membuat insentif yang kuat agar UMKM pangan siap saji ini tergerak untuk berbenah dan pemerintah dapat melakukan pengawasan pangan sesuai standar. Insentif seperti kemudahan modal usaha, pengurangan pajak, kemudahan dokumen perizinan, bantuan promosi dan lain-lain perlu didiskusikan secara serius untuk menemukan titik yang adil bagi Usaha pangan siap saji, pemerintah dan masyarakat yang perlu dilindungi kesehatannya. Kerja-kerja kolaboratif yang setara menjadi salah satu jawaban atas kegelisahan perlindungan kesehatan masyarakat tanpa mematikan usaha rakyat kecil. (roro)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button