
Editorialkaltim.com – Lonjakan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bontang pada paruh pertama 2025 mendapat perhatian serius dari kalangan legislatif.
Berdasarkan data Polres Bontang, hingga Juli 2025, tercatat 33 laporan terkait perlindungan perempuan dan anak. Ironisnya, 16 di antaranya merupakan kasus persetubuhan anak, dengan pelaku mayoritas berasal dari lingkungan terdekat korban.
Sekretaris Komisi A DPRD Bontang, Saeful Rizal, mengungkapkan keprihatinannya terhadap situasi ini. Ia menilai, kasus semacam ini bukan hanya merusak masa depan korban, tapi juga meninggalkan luka psikologis jangka panjang.
“Ini harus menjadi alarm bagi kita semua. Butuh gerak cepat dan sinergis untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak,” ujarnya.
Saeful menegaskan bahwa langkah pencegahan harus dimulai dari lingkungan terkecil, seperti keluarga dan sekolah. Menurutnya, pengawasan terhadap konten tontonan anak, edukasi tentang bahaya pelecehan seksual, dan penguatan nilai-nilai agama sangat penting untuk membangun sistem perlindungan dini.
Ia juga mendorong adanya pelatihan bagi anak-anak agar mampu mengenali dan melawan tindakan pelecehan, serta keterlibatan komunitas lokal dalam memberikan edukasi dan pemulihan trauma bagi korban.
“Pelaku harus dihukum berat agar ada efek jera. Informasi soal sanksi hukum juga perlu disosialisasikan secara luas,” tegas politisi PKS tersebut.
Tak hanya itu, Saeful mengimbau masyarakat untuk tidak ragu melapor jika mengetahui adanya kekerasan seksual, baik yang dialami sendiri maupun orang lain. Menurutnya, keberanian melapor merupakan salah satu kunci untuk menekan angka kekerasan terhadap anak di Bontang.
“Semoga ke depan, kita bisa mewujudkan Bontang sebagai kota yang benar-benar ramah dan aman bagi perempuan dan anak,” tutupnya.(lia/ndi/adv)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.