Konservasi Indonesia Sebut Jika Tambang Masuk di Raja Ampat Ikan Pergi, Nelayan Rugi

Editorialkaltim.com – Rencana pembukaan tambang di wilayah Raja Ampat tak hanya memicu kekhawatiran soal kerusakan lingkungan, tetapi juga mengancam sumber penghidupan ribuan nelayan lokal yang bergantung sepenuhnya pada laut.
Konservasi Indonesia menyoroti bahwa aktivitas pertambangan di kawasan pesisir dan laut Raja Ampat berpotensi merusak habitat ikan, menurunkan populasi tangkapan, dan mengacaukan sistem rantai makanan yang selama ini menopang kehidupan masyarakat pesisir.
“Larva ikan yang bertelur di sekitar lokasi tambang bisa terbawa arus ke luar wilayah. Jika siklus ini terganggu, populasi ikan seperti cakalang bisa menyusut drastis,” ujar Senior Ocean Program Advisor Konservasi Indonesia, Victor Nikijuluw dikutip dari keterangannya Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, Pulau Waigeo dan wilayah sekitarnya di Raja Ampat merupakan salah satu jalur migrasi utama ikan cakalang di Indonesia timur. Ikan-ikan ini biasa ditangkap oleh nelayan setempat secara tradisional untuk mencukupi kebutuhan harian mereka.
“Nelayan kecil tidak punya kapal besar atau teknologi canggih. Mereka mengandalkan laut sekitar, dan begitu ekosistem itu terganggu, mereka kehilangan segalanya,” tambah Victor.
Dampak tak langsung juga bisa muncul akibat lalu lintas kapal tambang yang berpotensi menimbulkan kebisingan, tumpahan limbah, dan pencemaran perairan. Ikan-ikan kecil yang biasanya berkumpul di perairan dangkal akan berpindah atau bahkan punah, menyebabkan hasil tangkapan turun drastis.
Kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada perekonomian keluarga nelayan, tetapi juga pada ketahanan pangan lokal.
“Jika tangkapan turun, harga ikan naik. Itu bukan cuma soal ekonomi, tapi soal keseharian masyarakat,” kata Victor.
Ia menegaskan, alih-alih membuka tambang, potensi wisata bahari yang berkelanjutan justru memberi dampak ekonomi jangka panjang bagi warga. Dari studi yang dilakukan, pariwisata yang dikelola secara lestari bisa memberikan nilai ekonomi hingga Rp854 miliar per tahun.
“Nelayan bisa tetap melaut, tapi juga mendapat tambahan penghasilan dari sektor wisata. Itu jauh lebih manusiawi dan adil dibanding memaksa mereka bersaing dengan kepulan asap kapal tambang,” tegasnya.
Konservasi Indonesia mendorong agar pemerintah mempertimbangkan dampak sosial-ekologis secara menyeluruh sebelum memberi lampu hijau pada pertambangan di wilayah Raja Ampat.(ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.