BalikpapanBerauBontangKukarKutai BaratKutimMahakam UluPaserPenajam Paser UtaraSamarinda

Indeks Ketimpangan Gender Menurut Kabupaten/Kota di Kaltim 2023, PPU Tertinggi

Ilustrasi perempuan bekerja (Foto: Reuters)

Editorialkaltim.com – Analisis terbaru terhadap Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk periode 2018–2023 mengungkapkan ketimpangan gender masih menjadi isu utama dalam pembangunan gender. Kabupaten Penajam Paser Utara mencatat ketimpangan tertinggi pada tahun 2023 dengan IKG sebesar 0,544, sementara Kota Balikpapan berhasil mencatat ketimpangan terendah dengan nilai 0,178.

Menurut data terkini, di tahun 2023 terjadi penurunan ketimpangan gender di lima kabupaten/kota, dengan Kota Balikpapan sebagai catatan terbaik berkat peningkatan signifikan dalam beberapa dimensi.

Salah satu pendorong utama adalah peningkatan dalam dimensi kesehatan reproduksi, di mana terjadi penurunan signifikan pada proporsi penduduk perempuan usia 15–49 tahun yang melahirkan tidak di fasilitas kesehatan.

Baca  Joha Fajal Siap Maju sebagai Calon Walikota Samarinda 2024

Selain itu, perbaikan juga terlihat dalam dimensi pasar tenaga kerja, dengan adanya pengurangan kesenjangan antara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki dan perempuan.

Namun, peningkatan ketimpangan gender juga terjadi di lima kabupaten/kota lainnya, menunjukkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan masih melebar dalam beberapa aspek pembangunan.

Kabupaten Berau mencatat kenaikan terbesar dalam IKG sebesar 0,122 poin dari tahun sebelumnya, yang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kinerja dalam dimensi kesehatan reproduksi.

Indeks Ketimpangan Gender Menurut Kabupaten/Kota di Kaltim (Foto: BPS Kaltim)

Pengukuran IKG diadaptasi dari Gender Inequality Index (GII) yang dikembangkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), dengan beberapa modifikasi. Dalam pengukuran ini, Angka Kematian Ibu (AKI) yang tidak tersedia setiap tahun digantikan oleh indikator proporsi perempuan yang pernah menikah berusia 15-49 tahun yang melahirkan di luar fasilitas kesehatan (MTF).

Baca  Per Maret 2023 Penduduk Miskin Kaltim Turun, Penghasilan Rp 790.186 Termasuk Miskin

Pemilihan MTF sebagai pengganti didasarkan pada korelasinya yang kuat dengan AKI dan ketersediaannya yang rutin di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Persalinan di fasilitas kesehatan dianggap dapat mengurangi risiko kematian ibu, sehingga diharapkan memberikan gambaran yang akurat tentang AKI.

Untuk indikator Adolescent Birth Rate (ABR) yang juga digunakan oleh UNDP dalam GII, digunakan indikator proporsi perempuan berusia 15–49 tahun yang melahirkan anak pertamanya di bawah usia 20 tahun (MHPK20). Penggunaan MHPK20 sebagai pengganti berdasar pada korelasi yang kuat dengan ABR dan ketersediaan data yang konsisten setiap tahun di berbagai tingkatan administratif.

Baca  Anhar Minta Pemkot Samarinda Serius Tangani Parkir Liar

Selain itu, tiga indikator lainnya yang digunakan dalam menghitung GII oleh UNDP tetap dipertahankan, yaitu persentase penduduk dengan pendidikan SMA ke atas, persentase anggota legislatif, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

IKG sendiri terbagi menjadi tiga dimensi utama: dimensi kesehatan reproduksi perempuan yang diukur melalui indikator MTF dan MHPK20, dimensi pemberdayaan yang meliputi persentase penduduk berusia 25 tahun ke atas dengan pendidikan SMA ke atas dan persentase anggota legislatif, serta dimensi pasar tenaga kerja yang diwakili oleh indikator TPAK. (ndi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button