
Editorialkaltim.com – Sengketa lahan antara masyarakat Desa Separi, Kecamatan Tenggarong Seberang, dengan PT Jembayan Muara Bara (JMB) kembali mencuat. Komisi I DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) menegaskan siap turun langsung ke lapangan untuk memetakan batas wilayah sebelum mengambil langkah hukum.
Ketua Komisi I DPRD Kukar, Agustinus Sudarsono, mengatakan langkah awal yang dilakukan pihaknya adalah menggelar rapat internal untuk menyusun rencana kerja tindak lanjut. Rapat tersebut mencakup penentuan tim survei dan prosedur klarifikasi dokumen kepemilikan lahan.
“Kami belum bisa memutuskan siapa yang benar tanpa melihat data lapangan, peta resmi, dan bukti-bukti historis dari klaim warga yang sudah berdiri sejak 2012,” tegas Agustinus, Selasa (19/8/2025).
Agustinus menuturkan, potensi tumpang tindih klaim bisa terjadi karena adanya perbedaan antara data kepemilikan warga secara turun-temurun dengan hasil pembersihan lahan (clearing) oleh PT JMB pada 2023.
“Jika warga mengklaim memiliki tanah sejak 2012, maka pertanyaannya: siapa yang mendapatkan hak atas lahan itu? Apakah pemerintah desa memiliki dokumen resmi? Apakah peta batas wilayah yang dikeluarkan tahun 2020 masih valid?” ungkapnya.
Menurutnya, Komisi I akan meminta keterangan dari semua pihak terkait, termasuk pengelola lahan pertama kali, baik dari sisi desa maupun swasta, untuk memastikan keabsahan status kepemilikan.
“Kami tidak ingin hanya menyalahkan perusahaan atau mengabaikan hak masyarakat. Kita semua harus tahu siapa yang berhak, sesuai aturan dan keadilan,” tambahnya.
Situasi semakin kompleks karena wilayah yang disengketakan tidak hanya melibatkan Desa Separi, tetapi juga desa tetangga seperti Bukit Pariaman dan Suka Maju. Kedua desa itu disebut turut mengklaim sebagian wilayah sebagai bagian dari otonomi mereka.
“Karena ini adalah wilayah berdekatan, maka koordinasi antar-desanya sangat krusial. Tidak mungkin menyelesaikan satu desa saja sambil mengabaikan yang lain,” jelas Agustinus.
Ia menegaskan DPRD Kukar berkomitmen agar penyelesaian sengketa dilakukan lewat musyawarah dan pendekatan kekeluargaan, bukan terburu-buru menempuh jalur hukum.
“Jangan sampai kita selesaikan sengketa lahan dengan pendekatan hukum, tapi justru merusak hubungan antarwarga atau menciptakan ketegangan baru di lingkungan,” pungkasnya.(ftr/ndi/adv)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.