
Editorialkaltim.com – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Demmu, mendukung langkah masyarakat Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kukar, yang berencana membuat surat terbuka kepada Presiden Prabowo. Surat itu terkait tuntutan ganti rugi lahan yang hingga kini belum dibayarkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
“Terkait ingin membuat surat terbuka, kita dukung. Jadi kalau dia bikin surat terbuka mudah-mudahan respon Pak Presiden itu cepat,” ujar Baharuddin, Selasa (3/9/2025).
Ia menilai dengan adanya surat terbuka kepada presiden, persoalan ganti rugi lahan bisa segera ditindaklanjuti. Baharuddin menyoroti lambannya respons pihak terkait yang membuat masalah ini berlarut-larut.
Akibat belum ada kejelasan, warga Sebuntal sempat memutus akses jalan menuju Bendungan Sebuntal pada Rabu (27/8/2025). Aksi itu sebagai bentuk protes karena lahan mereka tak kunjung dibayar.
“Itulah kesalahan pemerintah tidak mengantisipasi bahwa tanah-tanah rakyat itu jangan tidak dibayar gitu. Seharusnya itu jauh hari sudah membayar,” tegas Baharuddin.
Baharuddin menjelaskan, pada 2018 pemerintah sebenarnya pernah berencana membayar lahan tersebut secara bertahap. Namun hingga kini realisasi tak kunjung ada. Persoalan ganti rugi akhirnya dikonsinyasikan ke pengadilan karena ada sengketa kepemilikan. Hal itu diperparah dengan keberadaan Hak Guna Usaha (HGU) di atas tanah masyarakat yang membuat perusahaan leluasa beroperasi.
“Karena tiba-tiba ada HGU, itulah yang membuat rakyat tidak bisa menerima haknya yang hari ini. Nah, dibawa ke pengadilan. Ini kan pengadilan juga lama. Pengadilan juga buta. Tidak melihat lahan rakyat dibawa,” ucapnya.
Menurut Baharuddin, pemutusan jalan menuju bendungan oleh warga merupakan aksi yang wajar. Ia menyebut pelaksana proyek tidak serius menyelesaikan persoalan, bahkan sering mengirim perwakilan yang tidak bisa mengambil keputusan.
“Malah kita malah senang. Mudah-mudahan ya. Karena masyarakat menggali ini pasti ada yang tidak nyambung. Pemerintah harus merespon dengan baik,” katanya.
Politisi PAN itu menambahkan, proyek bendungan awalnya merupakan program Pemkab Kukar. Karena keterbatasan anggaran, kemudian dialihkan ke pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dan BWS. Ia berharap pemerintah mengambil langkah tegas menyelesaikan konflik lahan.
Lebih lanjut, ia menilai pengadilan belum memberikan penanganan maksimal dalam kasus ini.
“Hanya mensidangkan saja dengan melihat surat-surat HGU yang selembar kertas, tidak melihat kepemilikan rakyat bahwa dirampok oleh HGU,” pungkas Baharuddin.(adr/ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.