DPR Soroti Mekanisme Pembiayaan UMKM di Program MBG, Jangan Sampai Jadi Bumerang

Editorialkaltim.com – Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini mempertanyakan kejelasan skema pembiayaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terlibat dalam program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal ini mengemuka dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi VII DPR dengan Kementerian UMKM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025) dipantau dari TV Parlemen.
Legislator daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur VII itu menekankan pentingnya transparansi anggaran dan mekanisme pendanaan agar program MBG yang masuk dalam agenda Asta Cita Presiden tidak justru membebani pelaku UMKM.
Pasalnya, hingga saat ini, pemerintah dinilai belum memberikan penjelasan komprehensif tentang sumber dan alokasi dana untuk mendukung ekosistem MBG.
Novita menyoroti ketidakjelasan implementasi program MBG, terutama terkait peran Kementerian UMKM dalam mendukung proyek strategis tersebut.
“Kementerian UMKM telah memaparkan sejumlah poin terkait Deputi Mikro-LPK UMKM, tetapi belum menjelaskan secara rinci dukungan anggaran untuk program prioritas Asta Cita, termasuk MBG dan sektor perumahan rakyat. Ini masuk ke dalam pos anggaran mana?” tanyanya.
Ia juga mengkritisi wacana pemberian pinjaman senilai Rp500 juta kepada pelaku UMKM yang terlibat dalam ekosistem MBG. Menurutnya, skema tersebut berisiko tinggi jika tidak disertai pendampingan manajemen keuangan.
“Tidak semua UMKM paham laporan keuangan dan tata kelola finansial. Apakah mereka mampu membayar cicilan? Jika tidak dikelola baik, ini bisa jadi bumerang bagi UMKM,” tegas Novita.
Legislator yang dikenal aktif mendorong pemberdayaan perempuan melalui UMKM ini meminta pemerintah merinci apakah pembiayaan UMKM dalam program MBG akan dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda) atau melalui Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA). Kedua opsi ini, menurutnya, memiliki konsekuensi berbeda terhadap akuntabilitas dan keberlanjutan program.
“Skema pembiayaan harus jelas: apakah melalui Pemda dengan APBD atau lewat HIMBARA dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat)? Jangan sampai UMKM kebingungan mengaksesnya atau malah terbebani bunga dan administrasi yang rumit,” ujar Novita.
Ia mendesak Kementerian UMKM segera menyusun panduan teknis yang mudah dipahami pelaku usaha kecil, termasuk pendampingan pembukuan, pelatihan manajemen risiko, dan pengawasan penggunaan dana.
“Program MBG ini mulia, tetapi jika pendanaannya tidak transparan dan tidak tepat sasaran, tujuan mulia bisa meleset,” tandasnya. (ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya