Bupati PPU Kritik Kecilnya DBH Sawit, Beban Daerah Menggunung

Editorialkaltim.com — Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Mudyat Noor menyoroti kecilnya porsi Dana Bagi Hasil (DBH) sawit yang diterima daerah penghasil. Ia menyebut beban infrastruktur dan sosial akibat aktivitas perkebunan sawit jauh lebih besar dibanding dana yang masuk ke kas daerah.
Mudyat mengatakan perkebunan sawit yang membentang luas di PPU memicu banyak persoalan, mulai dari kerusakan jalan hingga konflik sosial. Menurutnya, dampak sektor ini bahkan melampaui sektor batu bara.
“Perkebunan sawit menguasai area yang luas dan membawa beban sosial yang besar, bahkan lebih dari tambang batu bara,” ujarnya Sabtu (22/11/2025).
Ia mengungkapkan DBH sawit untuk PPU saat ini hanya sekitar Rp2 miliar per tahun. Jumlah itu dinilai tidak sebanding dengan kebutuhan perbaikan infrastruktur.
“Nilai itu hanya cukup memperbaiki sekitar 300 meter jalan. Sementara kerusakan di lapangan ratusan kilometer,” kata Mudyat.
Karena itu, ia menilai wajar jika daerah meminta kenaikan porsi DBH dari 8 persen menjadi sedikitnya 15 persen. Ia juga menyoroti minimnya manfaat dari pungutan ekspor sawit yang dikelola BPDP Kelapa Sawit.
“Umpan balik bagi daerah sangat kecil. Inilah yang kami perjuangkan,” tegasnya.
Mudyat turut mengkritik perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang dianggap tidak memberikan kontribusi langsung kepada daerah dan jarang hadir dalam forum komunikasi dengan pemerintah.
“Kontribusinya hampir tidak ada. Dipanggil pun yang datang hanya humas, padahal dampaknya sangat besar,” ujarnya.
Di tengah keterbatasan anggaran dan pemotongan TKD, Mudyat menyebut pemerintah daerah harus mencari terobosan pendapatan, termasuk dari layanan publik dan program jaminan sosial bagi pekerja rentan di sektor sawit.
Melalui Musyawarah Nasional Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI), ia berharap perjuangan bersama 164 kabupaten penghasil sawit dapat mendorong lahirnya kebijakan baru yang lebih adil.
“Daerah tidak bisa berjuang sendiri. Kalau bersama-sama, peluang memperjuangkan regulasi baru jauh lebih besar,” katanya.
Mudyat menegaskan DBH sawit sebesar Rp2 miliar jelas tidak cukup untuk menjawab persoalan infrastruktur dan perlindungan pekerja di daerah yang terdampak langsung industri sawit.
“Nilai itu terlalu kecil bahkan untuk kebutuhan dasar saja,” tandasnya. (tin/ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.



