Berikut Alasan MK Diskualifikasi Pasangan Owena-Stanislaus di Pilkada Mahulu

Editorialkaltim.com — Mahkamah Konstitusi (MK) RI resmi mendiskualifikasi pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Mahakam Ulu, Owena Mayang Shari Belawan dan Stanislaus Liah, serta memerintahkan pemungutan suara ulang.
Putusan ini tertuang dalam perkara nomor 224/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh Novita Bulan dan Artya Fathran Marthin. Amar putusan tersebut dibacakan Hakim Suhartoyo, Senin (24/2/2025) dipantau dari Samarinda melalui siaran Youtube Mahkamah Konstitusi.
“Menyatakan batal keputusan KPU Mahakam Ulu Nomor 601 Tahun 2024 tentang penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Mahakam Ulu Tahun 2024,” ujar Suhartoyo.
MK juga memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) dengan tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang digunakan dalam pemungutan suara 27 November 2024.
PSU harus diikuti pasangan calon Drs. Yohanes Avun, M.Si dan Drs. Y. Juan Jenau, serta pasangan Novita Bulan, S.E., M.B.A. dan Artya Fathran Marthin, S.E. Selain itu, partai politik yang sebelumnya mengusung pasangan Owena-Stanislaus diperbolehkan mengajukan pasangan calon baru.
MK memberikan batas waktu tiga bulan untuk melaksanakan PSU sejak putusan dibacakan dan menegaskan bahwa hasilnya tidak perlu lagi dilaporkan ke MK.
Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyatakan pasangan Owena-Stanislaus terbukti melakukan kontrak politik dengan para Ketua RT.
MK menilai kontrak tersebut bukan sekadar janji politik biasa, tetapi sebagai bentuk perekrutan Ketua RT untuk memenangkan pasangan Owena-Stanislaus.
“Pihak pertama adalah warga Kabupaten Mahakam Ulu yang tidak dilarang untuk berpihak pada calon tertentu,” ujar Saldi.
Namun, dalam kontrak tersebut, pasangan Owena-Stanislaus menjanjikan alokasi anggaran Program Alokasi Dana Kampung sebesar Rp 4-8 miliar per kampung per tahun, Program Ketahanan Keluarga sebesar Rp 5-10 juta per dasawisma per tahun, serta Program Dana RT Rp 200-300 juta per RT per tahun.
Saldi menilai janji tersebut membatasi kebebasan pemilih untuk menentukan pilihannya secara independen. MK menyimpulkan kontrak politik tersebut sebagai praktik suap atau vote buying.
“Kontrak politik ini merupakan bentuk ‘perjanjian’ yang berisi janji memberikan sejumlah uang, yang harus dimaknai sebagai praktik suap kepada pemilih,” jelas Saldi.
Selain vote buying, MK juga menilai pelanggaran yang dilakukan pasangan Owena-Stanislaus bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). MK menyoroti keterlibatan pejabat pemerintah daerah dalam kampanye terselubung.
Salah satu bentuk pelanggaran yang ditemukan adalah kampanye terselubung dalam kegiatan Tanam Padi Gunung Lahan Kering 10 hektare yang melibatkan pejabat Pemkab Mahakam Ulu. Kampanye ini seolah-olah menggambarkan bahwa program bupati petahana hanya akan berlanjut jika pasangan Owena-Stanislaus terpilih.
Diketahui, Owena Mayang Shari Belawan adalah anak dari Bonifasius Belawan Geh, Bupati Mahakam Ulu periode 2016-2024. MK menilai hal ini sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan elektoral.
“Selain karena praktik money politics yang masif, pendirian Mahkamah untuk mendiskualifikasi Pasangan Calon Nomor Urut 3 juga didasarkan pada fakta bahwa yang bersangkutan pernah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemilihan bersama dengan Bupati Mahakam Ulu,” tegas Saldi.
Dengan putusan ini, Pilkada Mahulu 2024 harus kembali digelar melalui pemungutan suara ulang, tanpa keikutsertaan Owena-Stanislaus. KPU Mahakam Ulu diminta segera menyusun jadwal dan mekanisme PSU sesuai dengan ketentuan yang berlaku.(ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.