Nasional

Pengamat Pemilu Titi Anggraini: Putusan Mahkamah Konstitusi Janggal dan Bermuatan Politis

Pengamat Pemilu Titi Anggraini (Foto: Dok Pribadi)

Editorialkaltim.com – Pengamat pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, memberikan kritiknya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS), Almas Tsaqibbirru Re A.

Gugatan ini bertujuan untuk membuka peluang bagi kepala daerah yang belum berusia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden.

Titi Anggraini mengatakan Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 telah menciptakan diskusi yang kental akan aroma politisnya.

“Keputusan yang janggal dan kental aroma politis,” kataTiti.

Titi Anggraini menyoroti ketegangan antar hakim yang saling curiga, terutama terhadap Ketua Mahkamah Anwar Usman. Kepentingan yang kuat terkait permohonan ini juga melibatkan Gibran Rakabuming, Walikota Solo, menambah kompleksitas keputusan tersebut.

Baca  Pengamat Ragukan Kapasitas Gibran Rakabuming Pimpin Golkar, Belum Teruji

“Mengingat memang sorotan selama ini berkaitan dengan conflict of interest yang melibatkan Ketua dan figur yang diduga banyak pihak punya kepentingan kuat atas permohonan ini, yaitu Gibran Rakabuming, Walikota Solo,” jelasnya.

Tak hanya itu, kebingungan muncul karena dua hakim memiliki pandangan berbeda dalam mengabulkan, meskipun intinya tetap berbeda dengan tiga hakim lainnya. Titi Anggraini menyatakan bahwa mayoritas hakim sebenarnya menolak permohonan ini jika dilihat dari perbandingan suara, namun substansi penolakan tidak seragam.

“Secara mayoritas sebenarnya menolak permohonan karena konfigurasinya perbandingam antara 4 (Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo) versus 3 (Anwar Usman, Guntur Hamzah, Manahan Sitompul) versus 2 (Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmick),” terang Titi.

Baca  Jokowi: Jangan Teriak Pemilu Curang, Ada Bukti Langsung ke Bawaslu-MK

Meskipun lima hakim mengabulkan sebagian permohonan, substansi dan alasan yang mereka gunakan berbeda. Ada perbedaan pendapat mengenai alternatif usia yang dapat disimpangi bagi semua pejabat terpilih, terutama dalam konteks gubernur.

Titi Anggraini menegaskan bahwa pandangan tiga hakim dan dua hakim seharusnya tidak bisa disamakan. Menurutnya, seharusnya putusan MK seharusnya mengakomodir pendapat mayoritas empat hakim yang menolak permohonan, meskipun penolakan tersebut memiliki perbedaan dalam diktumnya.

“Bagi saya, jelas tidak bisa disamakan antara pendapat 3 dan 2 Hakim tersebut,” tambahnya.

Dalam pandangan para hakim, ada yang menyebutnya sebagai open legal policy, menyatakan permohonan gugur, atau bahkan tidak memiliki legal standing (NO). Meski pola pendapatnya berbeda, substansi intinya adalah serupa.

Baca  Pemilu 2024 dan Konsolidasi Demokrasi

Dalam konteks ini, jika memang permohonan ini diabulkan, seharusnya substansi yang serupa diadopsi oleh hakim-hakim yang mendukung, yaitu pengecualian hanya berlaku bagi mereka yang pernah atau sedang menjabat sebagai gubernur.

“Mestinya adalah substansi yg serupa antar Hakim yg mengabulkan sebagian tersebut, yakni pengecualian hanya bagi yang pernah atau sedang menjadi Gubernur, pungkas Titi. (ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button