
Editorialkaltim.com – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengakui angka perceraian di wilayah tersebut masih tergolong tinggi. Meski belum menerima laporan resmi dari Pengadilan Agama, jumlah kasus perceraian di Kaltim diperkirakan mencapai ratusan perkara setiap tahunnya.
Kepala Kanwil Kemenag Kaltim, Abdul Khaliq, menyebutkan bahwa hingga kini pihaknya belum memperoleh data resmi perceraian sepanjang 2025. Pasalnya, rekapitulasi kasus perceraian secara administratif berada di bawah kewenangan Pengadilan Agama.
“Kalau untuk angka perceraian sepanjang 2025, saya belum menerima laporan resmi dari Pengadilan Agama. Biasanya data tersebut memang disampaikan langsung oleh Pengadilan Agama kepada kami,” ujarnya, Sabtu (20/12/2025).
Meski demikian, Abdul Khaliq memperkirakan jumlah perceraian di Kaltim dalam satu tahun bisa mencapai sekitar 300 kasus. Angka tersebut dinilai masih cukup tinggi dan perlu menjadi perhatian bersama.
Ia menjelaskan, penyebab perceraian umumnya dipicu oleh berbagai faktor. Ketidakcocokan antara pasangan suami istri menjadi alasan paling dominan, disusul perselingkuhan serta campur tangan pihak ketiga dalam rumah tangga.
“Yang paling sering itu karena tidak ada kecocokan. Berikutnya perselingkuhan dan campur tangan orang ketiga. Selain itu, ada faktor lain yang kini makin memberatkan kehidupan rumah tangga,” jelasnya.
Salah satu faktor yang turut memperkeruh konflik rumah tangga, lanjut Abdul Khaliq, adalah penggunaan gawai dan media sosial yang tidak bijak. Aktivitas digital yang berlebihan kerap memicu kesalahpahaman hingga pertengkaran dalam keluarga.
“Penggunaan handphone, terutama media sosial, kalau tidak dikendalikan dengan baik bisa memicu konflik. Ini menjadi tantangan baru dalam menjaga keharmonisan rumah tangga di era digital,” katanya.
Selain tingginya angka perceraian, Kemenag Kaltim juga menyoroti tren penurunan angka pernikahan, baik secara nasional maupun di daerah. Menurut Abdul Khaliq, sebagian generasi muda kini cenderung ragu untuk menikah karena berbagai pertimbangan, terutama faktor ekonomi dan kekhawatiran akan masa depan.
“Sekarang ini banyak anak muda yang takut menikah. Padahal, bagi yang sudah mampu sebaiknya menikah. Rezeki itu sudah diatur oleh Allah, dan menikah adalah sunnah Rasul,” ujarnya.
Ia menegaskan anggapan bahwa pernikahan menjadi penyebab kemiskinan merupakan stigma yang keliru. Menurutnya, kesejahteraan keluarga lebih ditentukan oleh usaha dan tanggung jawab setelah menikah, bukan oleh status pernikahan itu sendiri. (adr/ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.



