5 Tradisi Unik Tahun Baru Islam di Indonesia
Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim, memiliki beragam cara untuk merayakan Tahun Baru Islam atau yang juga dikenal sebagai 1 Muharram. Dari Sabang hingga Merauke, setiap daerah memiliki tradisi uniknya sendiri. Mari kita lihat lima di antara tradisi unik tersebut.
1. Grebeg Suro Ponorogo, Jawa Timur
Grebeg Suro adalah sebuah perayaan yang diadakan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, untuk merayakan Tahun Baru Jawa atau 1 Suro dalam kalender Jawa. Festival ini adalah perpaduan antara budaya, agama, dan seni yang menjadi ciri khas masyarakat Ponorogo.
Secara harfiah, ‘Grebeg’ dalam bahasa Jawa berarti ‘memadati’ atau ‘keramaian’, sementara ‘Suro’ merujuk pada bulan pertama dalam kalender Jawa. Grebeg Suro, oleh karena itu, adalah perayaan yang dilakukan pada awal tahun baru Jawa yang dipenuhi oleh keramaian dan perayaan.
Grebeg Suro Ponorogo biasanya dimulai dengan upacara adat dan doa bersama, diikuti oleh prosesi arak-arakan dari pusat kota menuju ke alun-alun. Arak-arakan ini biasanya melibatkan berbagai elemen budaya dan seni lokal, seperti barongan, reyog, dan tarian tradisional lainnya.
Salah satu titik puncak perayaan ini adalah penampilan Reyog Ponorogo, tarian tradisional yang terkenal dari Ponorogo yang melibatkan puluhan penari dengan kostum dan topeng yang mencolok. Reyog Ponorogo menggambarkan cerita rakyat tentang Raja Kelono Sewandono yang mencari jodoh.
Selain itu, dalam perayaan ini juga ada tradisi “larung sesaji” atau menghanyutkan sesaji ke sungai sebagai simbol penghormatan kepada alam dan doa untuk kesuburan dan hasil panen yang baik di tahun mendatang.
Grebeg Suro Ponorogo adalah bukti kekayaan dan keanekaragaman budaya Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Melalui tradisi ini, nilai-nilai luhur dan kearifan lokal diwariskan dari generasi ke generasi, sekaligus menjadi daya tarik bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
2. Upacara Bubur Suro, Jawa Barat
Bubur suro bukanlah sesajen yang bersifat animistik. Oleh karna nya Bubur suro hanya menjadi syarat dengan lambang, dan karenanya harus dibaca, dilihat, dan ditafsirkan sebagai alat (uba rampe dalam bahasa Jawa) untuk memaknai 1 Suro atau Tahun Baru yang akan datang.
Pada awalya bubur ini dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam. Kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung kala itu mengacu pada kalender Hijriah.
Bubur Suro terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dibandingkan bubur biasanya. Biasanya sajian bubur Suro memiliki tampilan dan lauk yang berbeda-beda tergantung daerahnya.
Selain disantap bersama keluarga dan kerabat terdekat, bubur Suro merupakan salah satu sajian yang sering dibagikan secara masal di masjid-masjid sebagai wujud sedekah dan berbagi rezeki kepada orang-orang yang membutuhkan.
3. Tabuik di Pariaman, Sumatra Barat
Tabuik adalah ritual tahunan yang diadakan di Pariaman, Sumatra Barat, yang bertepatan dengan 1 Muharram. Ritual ini melibatkan pembuatan dua tabuik, yang merupakan replika kuda dan peti jenazah, sebagai bentuk penghormatan kepada cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husain. Tabuik kemudian akan diarak dan diakhir dengan pelepasan tabuik ke laut.
Puncak acara dapat dilakukan pada taggal 10-15 Muharram yang disesuaikan dengan akhir pekan. Ada tujuh tahap rangkaian ritual Tabui, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut. Pada puncak acara, Tabuik diarak menuju Pantai Gandoriah lalu dihoyak atau digoyangkan dan diambil semua benda-benda berharga yang dipasang pada Tabik.
Tahap selanjutnya, Tabuik dilarung ke laut sambil saling dibenturkan yang dilakukan pada saat matahari mulai tenggelam atau menjelang magrib. Pantai Gandoriah menjadi pusat prosesi Tabuik.
4. Nganggung, Bangka Belitung
Nganggung atau makan bersama menggunakan dulang menjadi tradisi yang digelar di berbagai tempat di Kepulauan Bangka Belitung dalam menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam. Dalam tradisi ini, setiap keluarga membawa hidangan ke acara tersebut. Hidangan tersebut kemudian diletakkan di tengah-tengah untuk dibagikan dan dinikmati bersama oleh seluruh masyarakat yang hadir.
Nganggung adalah simbol dari persaudaraan, kebersamaan, dan gotong royong dalam masyarakat Bangka Belitung. Dengan berbagi makanan, setiap orang dapat menikmati kekayaan dan keberagaman kuliner lokal sambil memperkuat hubungan sosial dan komunitas.
Tradisi ini juga menjadi bentuk penghargaan dan rasa syukur atas keberlimpahan hasil alam. Dengan berbagi makanan, masyarakat menghargai kerja keras petani, nelayan, dan semua orang yang berperan dalam menyediakan makanan.
5. Kirab Kebo Bule, Surakarta
Kirab Kebo Bule merupakan salah satu tradisi Keraton Kasunanan Surakarta yang berlangsung pada perayaan 1 Suro, yang bertepetan dengan 1 Muharram. Nama “kebo bule” dalam bahasa Jawa berarti “kerbau albino”. Kebo Bule ini digambarkan sebagai kerbau putih yang besar dan kuat, simbol keagungan dan kekuasaan raja.
Tradisi kirab malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta ini sudah dilakukan selama ratusan tahun secara turun temurun.
Dalam upacara ini, dua kerbau albino, atau Kebo Bule, diarak dari Keraton Surakarta menuju ke sungai di sebelah utara keraton, Sungai Jenes. Kerbau-kerbau ini dihias indah dan diarak dalam prosesi yang melibatkan abdi dalem, atau pegawai keraton. Prosesi ini juga biasanya diiringi dengan musik gamelan tradisional.