KaltimPaserPenajam Paser Utara

Masyarakat Adat Paser Tolak Perpanjangan HGU PT PTPN IV

Masyarakat Adat Paser yang datang ke RDPU DPRD Kaltim. (Foto: Dok. Aliansi)

Editorialkaltim.com – Perwakilan masyarakat adat Paser yang tergabung dalam Kelompok Awa Kain Naket Bolum mendatangi DPRD Kalimantan Timur untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Senin (10/11/2025). Mereka menegaskan penolakan terhadap rencana perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT PTPN IV Regional V yang beroperasi di Kabupaten Paser.

HGU perusahaan perkebunan sawit tersebut diketahui berakhir pada Desember 2023. Namun, pihak perusahaan kini tengah mengurus perpanjangan izin. Masyarakat adat menyatakan penolakan karena menganggap lahan itu merupakan tanah ulayat yang diambil tanpa proses yang adil sejak awal beroperasinya perusahaan.

Baca  Diduga Cinta Ditolak, Pelajar di PPU Bunuh Satu Keluarga

Juru bicara Aliansi, Sahrul, menyebut sejarah penguasaan lahan oleh perusahaan itu dipenuhi tindakan intimidasi dan ketidaktransparanan. Ia menilai masyarakat tidak pernah memperoleh jaminan hak maupun kesejahteraan dari keberadaan perusahaan.

“Perusahaan hadir puluhan tahun, tapi tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat. Bahkan warga yang menjalankan ritual adat di tanah leluhur justru dilaporkan ke polisi. Ini bentuk kriminalisasi terhadap identitas dan budaya kami,” ujar Sahrul.

Dalam RDPU tersebut, perwakilan masyarakat adat menyampaikan empat tuntutan utama. Pertama, pemerintah pusat dan DPR RI diminta merekomendasikan kepada Kementerian ATR/BPN untuk tidak memperpanjang HGU PT PTPN IV di wilayah Desa Lombok, Pait, Sawit Jaya, dan Paser Mayang.

Baca  Bijak Ilhamdani Harap Pemekaran Rampung Empat Tahun Lagi

Kedua, Kementerian ATR/BPN diminta menyelesaikan konflik agraria dan menyerahkan tanah eks kebun inti kepada masyarakat adat untuk dikelola secara komunal.

Ketiga, kepolisian diminta menghentikan proses penetapan tersangka terhadap dua warga adat, Syahrul M dan Alu Herman, yang dinilai dikriminalisasi karena memperjuangkan tanah adat.

Keempat, jika tuntutan itu tidak dipenuhi, masyarakat menilai negara telah mengabaikan hak asasi mereka atas tanah, kehidupan layak, dan keberlanjutan budaya.

Baca  Sulasih Dukung Program TAMASYA untuk Pekerja Perempuan di Kutim

Sahrul menegaskan, penolakan ini bukan bentuk anti pembangunan, melainkan sikap terhadap praktik yang dianggap tidak adil.

“Masyarakat adat Paser tidak menolak pembangunan. Yang kami tolak adalah ketidakadilan. Negara harus hadir untuk rakyat, bukan untuk korporasi,” tegasnya.(tin/ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button