gratispoll
OpiniZona Kampus

Mewarisi Semangat Kartini: Perempuan dan Perjuangan Kesetaraan di Zaman Digital

Oleh: Elfrida Sentyana Siburian – Kader DPC GMNI Samarinda

Editorialkaltim.com – “Saya ingin sekali berkenalan dengan seorang ‘gadis modern’, yang berani, yang dapat berdiri sendiri, yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap, riang dan gembira, penuh semangat, dan keasyikan. Gadis yang selalu bekerja tidak hanya untuk kepentingan kebahagiaan dirinya sendiri, tetapi berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan sesama” (Surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang).

Demikianlah harapan Kartini akan hadirnya perubahan yang lebih baik bagi kaum perempuan di zaman yang kini disebut modern dan maju. Sosok gadis modern yang diimpikannya adalah mereka yang mandiri, namun tidak menjadikan laki-laki sebagai lawan dalam perjuangan menuju kemerdekaan.

Kartini telah membuka cakrawala baru bagi perempuan. Dahulu, perempuan kerap dibatasi ruang geraknya, tak diizinkan bersuara, apalagi mengambil peran strategis dalam politik dan sosial.

Maka, tak berlebihan jika ia menulis Habis Gelap Terbitlah Terang. Putri Jepara itu harus berjuang dengan pemikirannya sendiri untuk merobohkan sekat-sekat yang membelenggu perempuan.

Baca  BI Institute Tawarkan Bantuan Skripsi, Tesis, dan Disertasi 2025, Mulai dari Rp10 Juta

Namun kini, penindasan hadir dalam wajah baru, termasuk melalui media sosial. Standar kecantikan yang menuntut perempuan harus putih dan langsing, anggapan bahwa perempuan tak perlu sekolah tinggi, hingga justifikasi pelecehan karena pakaian, menunjukkan bahwa bentuk penindasan lama hanya diganti dengan istilah baru. Tujuannya tetap: merendahkan dan mengkerangkeng perempuan.

Di negeri yang katanya menjunjung keadilan dan kesetaraan gender, perempuan masih dibebani tuntutan yang tak setara. Padahal kesetaraan gender bukan berarti perempuan harus lebih unggul dari laki-laki, melainkan memiliki kesempatan yang sama, ruang yang adil, serta suara yang didengar tanpa bias.

Itulah panggilan Kartini bagi perempuan masa kini di zaman yang tak lagi sama. Meski begitu, perjuangan perempuan di masa lalu tetap berarti, hanya saja belum sepenuhnya membuahkan hasil.

Dalam dunia yang berubah cepat, banyak perempuan kehilangan arah dan terasing dalam keramaian digital.

Di sinilah pentingnya peran pendidikan dalam menanamkan konsep diri yang kuat, agar perempuan tidak lagi diremehkan hanya karena memilih menjadi pemimpin, atau karena dianggap hanya cocok di dapur. Bukankah perempuan adalah pendidik utama peradaban?

Baca  Laila Fatihah Ingatkan Semangat Kartini Harus Lebih dari Sekedar Peringatan Seremonial

Perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sebuah simbol bahwa keduanya mesti saling mendukung untuk menjawab panggilan Kartini. Bung Karno pun menegaskan, persoalan perempuan adalah persoalan masyarakat. Meski perempuan lebih memahami apa yang mereka hadapi, bukan berarti laki-laki boleh berpaling.

Di banyak daerah, emansipasi memang mulai dijalankan. Pemerintah bahkan menetapkan 30 persen partisipasi perempuan dalam politik.

Namun sayangnya, kuota ini seringkali hanya formalitas. Kepercayaan terhadap kemampuan perempuan masih rendah, itulah salah satu penghambat utama emansipasi sejati.

Tak berlebihan jika Kartini menyerukan agar perempuan menjadi manusia seutuhnya bagian penting dari perjuangan. Sayangnya, hingga kini perempuan masih harus menghadapi pelecehan seksual, eksploitasi tenaga kerja, dan upah yang rendah, bahkan sering kali harus berjuang dua kali lebih keras dibanding laki-laki. Ruang aman terus disuarakan, tetapi kenyataan menunjukkan masih banyak tempat yang membuat perempuan merasa tak nyaman. RUU PPRT saja telah mangkrak selama dua dekade tanpa kejelasan.

Baca  Pencairan Beasiswa Kaltim Tuntas Tahap 1 2023 Mulai Diproses, Begini Cara Cairkan

Kepada para perempuan, tak perlu merasa bersalah karena ingin menjadi diri sendiri. Meski dunia belum sepenuhnya memberi ruang, bangunlah ruang itu.

Suarakan pendapat dengan bijak, tanpa menjatuhkan pihak lain. Jangan nilai dirimu dari likes, followers, atau gelar, tapi dari keberanianmu menjadi otentik dan berpikir kritis. Patahkan standar kecantikan yang menyesatkan. Kita tak punya hak memberi batas pada mereka yang tengah berjuang untuk hal besar.

Mari menjawab panggilan Kartini. Bangun kesadaran, lawan stereotip, dan buka jalan bagi perubahan pola pikir yang lebih adil dan manusiawi. Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan yang terus bermimpi, belajar, mencinta, dan memperjuangkan keadilan. Mari lanjutkan kisahnya hingga kita benar-benar sampai di zaman yang lebih baik.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi editorialkaltim.com

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Back to top button