Internasional

Gegara Bansos Rp218 Triliun, PM Thailand Ribut dengan Bank Sentral

Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin (Foto: Bloomberg)

Editorialkaltim.com – Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, terlibat dalam perselisihan dengan Gubernur Bank of Thailand, Sethaput Suthiwartnarueput, mengenai rencana pembagian bantuan sosial senilai US$ 14 miliar atau sekitar Rp218 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.642). Perselisihan ini muncul karena Sethaput menolak proposal tersebut, berargumen bahwa negara tidak berada dalam kondisi krisis yang memerlukan pembagian bansos.

Srettha Thavisin mengungkapkan bahwa masyarakat sedang menderita akibat dampak tingginya suku bunga yang berpengaruh negatif terhadap ekonomi. Dia mengajukan rencana untuk memberikan pembayaran satu kali sebesar 10.000 baht ($280 atau Rp3,4 juta) kepada sekitar 50 juta warga berpenghasilan rendah melalui dompet digital.

Baca  Demo Besar di Swedia: Ratusan Aktivis Serukan Boikot Israel, Tuntut Pengadilan Internasional

“Bantuan ini, yang merupakan janji utama kampanye partainya, diperlukan untuk merangsang pengeluaran, mendukung bisnis, dan memulai pemulihan ekonomi,” ujar Srettha dikutip Finansial Times pada Kamis (8/2/2024).

Namun, Gubernur Bank of Thailand, Sethaput Suthiwartnarueput, mengkritik rencana tersebut. Dia berpendapat bahwa tidak ada krisis yang mendesak dan mengkritik penggunaan dompet digital serta kebijakan stimulus “jangka pendek” lainnya sebagai pengganti untuk perubahan struktural jangka panjang.

“Perubahan seperti peningkatan produktivitas diperlukan untuk mendukung populasi yang menua,” kata Sethaput.

Konflik antara perdana menteri dan gubernur bank sentral menyoroti ketidakpastian tentang masa depan kebijakan ekonomi Thailand, terutama terkait penggunaan dompet digital.

Baca  Erdogan: Turki Akan Terus Dukung Hamas dan Lawan Agresi Zionis Israel

Peter Mumford, kepala Asia Tenggara untuk Eurasia Group, mencatat bahwa ini adalah situasi unik di mana pemimpin negara mencoba meyakinkan populasi bahwa ekonominya dalam kondisi lebih buruk dari kenyataannya.

“Thailand berada dalam posisi yang genting saat mencoba keluar dari kelesuan akibat pandemi,” kata Peter.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan tahunan sebesar 5% selama empat tahun ke depan. Namun, bulan lalu, pemerintah mengumumkan bahwa ekonomi hanya tumbuh 1,8% pada tahun 2023, jauh lebih rendah dari perkiraan awal bank sentral yang berkisar antara 2,5% hingga 3%.

Baca  Laporan PBB: Krisis Gaza Memuncak, 50 Ribu Anak Terancam Kelaparan Akut

Pertumbuhan ekonomi Thailand telah tertinggal dari negara-negara tetangga, dengan harga konsumen turun selama empat bulan berturut-turut, mencatatkan penurunan sebesar 1,1% pada bulan Januari.

Meski demikian, Bank of Thailand, yang baru saja mengadakan pertemuan penetapan suku bunga pertamanya tahun ini pada hari Rabu, memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya pada tingkat tertinggi dalam satu dekade sebesar 2,5%, mengantisipasi peningkatan pariwisata dan pengeluaran tahun ini. (ndi)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button