Semakin Menipis, Cadangan Nikel Indonesia Diprediksi Habis 6 Tahun Lagi
Editorialkaltim.com – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) baru-baru ini merilis perkiraan yang cukup mengkhawatirkan mengenai masa depan cadangan bijih nikel berkadar tinggi di Indonesia. Menurut APNI, cadangan bijih nikel bermutu tinggi yang memiliki kadar sekitar 1,7 persen diperkirakan akan habis dalam waktu sekitar enam tahun mendatang.
“Pemerintah perlu melakukan upaya pengendalian yang komprehensif terhadap ketahanan cadangan nikel, sehingga dapat mempertahankan strategi hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah,” ujar Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (31/10/2023).
Bijih nikel berkadar tinggi ini menjadi bahan baku utama dalam produksi nickel pig iron (NPI), yang digunakan dalam pembuatan baja tahan karat. Dengan semakin meningkatnya permintaan global akan NPI, Indonesia berpotensi menghadapi kekurangan pasokan bahan ini yang dapat berdampak signifikan pada industri baja.
Selain NPI, bijih nikel dengan kadar lebih rendah juga sangat penting dalam industri baterai kendaraan listrik. Dengan pertumbuhan pesat kendaraan listrik di seluruh dunia, kebutuhan akan bijih nikel berkadar rendah semakin meningkat.
“Bijih nikel berkadar lebih rendah digunakan membuat produk baterai kendaraan listrik,”terang Meidy.
Sebagai informasi, penambangan dan peleburan nikel telah menjadi salah satu pilar utama perekonomian Indonesia. Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel mentah, mengalirkan investasi global senilai miliaran dolar ke sektor ini.
Namun, perkiraan umur cadangan bijih mineral tertentu selalu merupakan perkiraan yang sulit dipastikan. Eksplorasi baru dapat meningkatkan ukuran cadangan, dan teknologi baru dapat meningkatkan tingkat ekstraksi bijih.
Meidy mengemukakan bahwa salah satu solusi yang dapat ditempuh oleh Indonesia adalah dengan mendorong pengolahan bijih nikel berkadar rendah di dalam negeri. Dengan langkah ini, cadangan bijih nikel berkadar rendah dapat berlangsung hingga 80 tahun. Hal ini harus didukung oleh upaya mengeksplorasi wilayah-wilayah yang belum dijelajahi di Indonesia yang memiliki cadangan lebih banyak.
“Hal ini harus diikuti degan menambahkan wilayah eksplorasi yang belum dijelajahi di Indonesia dan mempunyai cadangan lebih banyak,” ungkapnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, perlu juga dilakukan pengolahan bijih nikel sesuai dengan kebutuhan, dengan mempertimbangkan jenis smelter yang ada.
Untuk pirometalurgi dengan bijih nikel kadar tinggi (saprolite), diperlukan sekitar 210 juta ton per tahun. Sedangkan untuk hidrometalurgi yang mengarah ke produksi baterai, diperlukan bijih nikel kadar rendah (limonite) sebanyak 23,5 juta ton per tahun. (ndi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari editorialkaltim.com. Follow instagram “editorialkaltim”, caranya klik link https://www.instagram.com/editorialkaltimcom/ untuk mendapatkan informasi terkini lainnya.